Pengacara dan Aktivis HAM : jangan jangan ada kongkalikong Belum Ditahannya Tersangka Kasus Korupsi Awolong

Lembata – jurnalpolisi.id

Pengacara dan aktivis HAM (Hak Asasi Manusia), Hariz Azhar angkat bicara soal kasus dugaan korupsi proyek pembangunan destinasi wisata jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pasalnya, sejak ditetapkan dua tersangka, yakni SS selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan AYTL selalu kontraktor pelaksana pada Senin, 21 Desember 2020, sampai dengan saat ini, Polda NTT belum memeriksa dan menahan kedua tersangka tersebut.

Haris mengatakan, biasanya, tersangka kasus korupsi itu ditahan. Sebab, ancaman hukuman penjara lebih dari  2 (dua) tahun, normalnya ditahan.
Ia menduga ada yang aneh di pihak kepolisian,” kata dia kepada Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli via telepon seluler, Rabu (20/01/2021).

“Memang kepala-kepala daerah yang diduga terlibat praktik korupsi mendapatkan ‘kenikmatan’ . Di beberapa tempat di Indonesia, kejadiannya seperti itu,” ucapnya.

Ketidakterbukaan Polda NTT kepada publik, kata dia, semakin mengindikasikan bahwa jangan-jangan ada udang di balik bakwan,” kata  Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan pada 2010-2016 itu.

Ia menyebutkan, kasus Awololong berpotensi menjadi kasus ‘peti es’. Jika polisi tidak bekerja, mengarah ke ‘dipetieskan’,” tandasnya.

Sementara Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli mendesak Polda NTT untuk segera memeriksa dan menahan kedua tersangka kasus dugaan korupsi proyek wisata Awololong.

“Kedua tersangka harus segera ditahan agar tidak menimbulkan polemik, tuduhan miring, spekulasi, atau kecurigaan publik bahwa Polda NTT sedang “masuk angin” atau lalai,” kata Eman Boli.

Amppera  berharap kasus Awololong perlu diungkap sampai ada asas kepastian hukum yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Sebab, kasus Awololong menjadi pintu masuk membuka kotak pandora kasus korupsi di Kabupaten Lembata di tengah kepemimpinan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur pada periode kedua itu.

Untuk diketahui, Direktorat Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Timur menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek destinasi wisata di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata senilai Rp6.892.900.000.

Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur, AKP Budi Gunawan dalam keterangan pers, Senin (21/12/2020) mengatakan, dua tersangka itu adalah Silvester Samun selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Abraham Yehezkiel Tsazaro selaku kontraktor pelaksana.

“Statusnya sudah tersangka tapi belum ditahan, saat pemeriksaan baru akan ditahan,” ujarnya.

Menurut Budi Guna, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp  6.892.900.000.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar R p1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.

“Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka,” katanya.

Kedua tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara.( Ahmad mas)
Sumber: Amppera Kupang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *