Presidium KPP-KTA Desak Kapolres Langkat Tangkap Dalang Penyerangan Ketua PAC PP Staba

Langkat.jurnalpolisi.id
Aksi brutal bak koboy yang dilakukan puluhan preman bersenjata softgun terhadap Ketua PAC PP Stabat Riki Sapariza, Jum’at (16/10) dinihari tadi, menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat. Jika hal tersebut dibiarkan, maka akan lahir ‘koboy-koboy’ baru di negeri ini, khususnya di Kabupaten Langkat yang dikenal sebagai Negeri Bertuah nan Religius.

Hal ini disampaikan Presidium Komite Percepatan Pembangunan Kabupaten Teluk Aru (KPPKTA) Adhan Nur SE di kediamannya di Kelurahan Dendang, Kecamatan Stabat, Jum’at (16/10) malam. “Saya minta Kapolres Langkat agar segera mengusut dan menangkap para pelaku penyerangan itu, dah macam koboy aja mereka,” tegas Adhan Nur, Sabtu (17/10) siang.

Ketua Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Sumut ini juga sangat mengecam keras tindakan brutal yang dilakukan oleh oknum preman tersebut. “Langkat ini Negeri Bertuah, jadi jangan dikotori dengan perbuatan yang semena-mena seperti itu. Ini harus segera diusut,” lanjutnya.

Jika dibiarkan, kata Adhan Nur, maka dikhawatirkan akan lahir ‘koboy-koboy’ baru di Langkat, khususnya di Kota Stabat. “Kalau pelakunya adalah oknum dari Ketua OKP, maka perbuatannya itu secara tidak langsung sudah membuat malu OKP yang sedang dinakhodainya,” ketusnya.

Menyikapi hal tersebut, Kasat Reskrim Polres Langkat IPTU Muhammad Said Husen SIk mengaku masih melakukan penyelidikan. “Semalam dah kita terima laporannya, sedang kami lidik kasusnya,” pungkasnya via pesan WhatsApp singkat. 

Sebelumnya, Menurut Reza, Kamis (15/10) sekira jam 20.00 WIB dirinya dua kali ditelfon oleh oknum ketua OKP di Stabat berinisial AG alias UB. “Aku pas lagi mandi, jadi terangkat aku telfonnya (UB). Gitu ku telfon balik, si UB malah ngelarang anggota ku ngutip parkir di depan toko Trans Family Stabat,” ungkap Reza, Jum’at (16/10) siang di sebuah kafe di Jalan Proklamasi Stabat.

Sebagai pengelola parkir di Kecamatan Stabat, kata Reza, dengan tegas dirnya menyatakan bahwa itu merupakan kewajiban anggotanya untuk menjaring PAD dari sektor perparkiran. Namun, UB tetap berkeras agar anggota Reza tidak memungut parkir di kawasan tersebut.

Dengan nada tinggi, UB mengklaim bahwa perparkiran di seputaran Trans Family adalah wilayah ‘kekuasaanya’ dan melarang orang lain jaga parkir disana. Untuk mencairkan suasana, Reza mengatakan kalau ‘wilayah’ itu adalah lingkupnya Sumatera Utara, bukan Kecamatan Stabat.

Namun sayang, warga Dusun 4 Desa Pantai Gemi, Kecamatan Stabat ini justru mendapatkan perlakuan kasar dari UB dan menantangnya untuk berkelahi. “Kalau kayak gitu, main kita yok. Ku tunggu kau di Simpang Maut!!!” lanjut Reza menirukan ucapan UB padanya.

Merasa tertantang, Reza kemudian mengajak UB untuk bertemu di tempat yang disebutkan UB. “Kalau memang gitu, ayoklah dimana kita mau jumpa, tapi kita berdua jangan kau libatkan orang lain. Terus UB bilang dia mau nunggu aku di Simpang Maut dan diputusnya panggilan telfon kami,” lanjut Reza.

Awalnya, Reza tak menanggapi serius perdebatan dengan UB, karena dirinya sedang fokus untuk memberikan kejutan kepada adiknya yang kebetulan sedang berulang tahun pada malam itu. “Sekira jam 00.30 WIB, dengan mengendarai dua mobil aku dan anggota bergegas pulang ke kediamanku dari Kampung Kruni,” ketusnya.

Saat melintas tepat dekat rumah UB, mobil Reza dihadang oleh UB dan gerombolan preman yang bersenjatakan airsoftgun dan senapan angin. Disitu, Reza sempat membuka kaca mobil untuk mencari tau ada peristiwa apa yang sedang terjadi. “Gitu buka kaca, mobil aku dan anggota langsung diserang secara brutal dengan tembakan airsoftgun dan senapan angin serta lemparan batu,” terangnya. (sahrul)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *