Maling Uang Negara di Aceh Timur, Bisa Dikembalikan dengan Nyicil


Aktivis Front Anti Kejahatan Sosial ( FAKSi) Aceh, Ronny Hariyanto, melontarkan kritikan tajam mengenai ironi penegakan hukum di Aceh Timur, yang ia nilai sangat melukai rasa keadilan bagi masyarakat kelas bawah dan mengkhianati upaya pemberantasan korupsi yang digadang – gadangkan Presiden Jokowi.

Hal itu disampaikan aktivis cadas itu setelah dirinya dan sejumlah pegiat LSM di Aceh Timur mendatangi kantor Inspektorat Aceh Timur, untuk mempertanyakan kejanggalan kinerja Inspektorat Aceh Timur selama ini kepada Kepala Inspektorat Aceh Timur, yang terkesan lamban dan lunak kepada pelaku penyimpangan anggaran dana desa, ditambah lagi dengan kebijakan yang menyakitkan dan membenarkan para pelaku kejahatan korupsi mengembalikan dana penyimpangan itu dengan cara mencicil.

” Ironis dan sangat melukai rasa keadilan bagi rakyat jelata kalau begini caranya, padahal dulu ada kasus nenek mencuri empat buah coklat aja dibawa ke pengadilan, maling motor, maling lembu dikeroyok massa, akhirnya ditangkap, bahkan ada yang sampai mati, ini masak udah jelas maling uang negara ratusan juta, bisa dikembalikan, boleh nyicil lagi bertahun – tahun, benar – benar tidak adil,” kata Ronny, Selasa, 27 April 2021.

Ronny mengungkapkan, perampokan uang negara di Aceh Timur, khususnya dana desa sudah sangat marak selama bertahun – tahun, gila – gilaan dan sudah sangat meresahkan masyarakat.

Namun hal itu dirasakan tidak sebanding dengan proses hukumnya yang terkesan ditutup – tutupi dan dibuat tidak jelas.

” Bermacam cara uang negara dirampok, tapi para pelaku terkesan dibiarkan dan dimanjakan, bahkan rumornya ada oknum aparat desa yang berani menantang masyarakat untuk melaporkan dirinya atau merasa kebal hukum, ya kami meyakini karena mereka ini merasa yakin perbuatan mereka itu bakal aman- aman saja, mungkin merasa ada backingan, dan itu sangat mencurigakan,” sebut putera Idi Rayeuk berdarah Aceh – Minang tersebut.

Ronny juga mencontohkan penggunaan dana pembangunan rumah ibadah di sebuah desa yang digunakan secara pribadi, sehingga menyebabkan mangkraknya pembangunan fasilitas umum tersebut, sebagai contoh luar biasanya tingkah laku para pelaku penyimpangan uang negara di Aceh Timur.

” Bukan lagi pos anggaran dana desa lain, ini udah sampai uang meunasah digitukan, mau gimana lagi coba kita gambarkan kejahatan terhadap anggaran negara yang seharusnya diperuntukan untuk rakyat, eh sampai inspektorat cuma diminta kembalikan, sedangkan maling kotak amal aja bisa dikeroyok massa atau ditangkap polisi, ini ratusan juta uang untuk membangun meunasah dipakai secara pribadi malah boleh dikembalikan, apa enggak parah itu,” ketus aktivis yang dikenal fokus dengan kritik sosial dan isu kemiskinan, pengangguran, demokrasi serta hak asasi manusia tersebut.

Ronny juga mencontohkan kejanggalan sistem cicil yang diberlakukan seolah menabrak aturan seputar pemberantasan korupsi dan ugal – ugalan serta diskriminatif.

” Aneh enggak itu, para pelaku korupsi ada yang nyicil ada yang enggak sanggup nyicil meski sudah dikasih waktu bertahun tahun, anehnya mereka ada yang diproses hukum ada yang tidak diproses hukum meski udah maling dan nyicil, itu emang bedanya dimana,” ketus Ronny.

Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu mendesak Inspektorat Aceh Timur segera merubah budaya kerja dan perspektifnya dalam merespon penyimpangan anggaran, diantaranya dana desa di Aceh Timur yang selama ini digerayangi oleh para monster uang rakyat.

” Kami tahu itu kebijakan kembalikan uang itu ada batas waktunya, kalau enggak salah beberapa puluh hari saja, ini koq malah sebelumnya ada yang sudah bertahun – tahun disuruh nyicil terus, enggak beres juga, anehnya pelakunya tetap dibiarkan, kan mencurigakan seperti itu, kenapa inspektorat tidak menyerahkan mereka ke penegak hukum saja,” ungkap Ronny.

” Bukan kami tidak tahu sebenarnya inspektorat punya wewenang menyerahkan pihak – pihak bermasalah itu ke penegak hukum, dan tidak harus sembunyi di kebijakan cicil mencicil uang curian, buktinya penegak hukum seperti kejaksaan sendiri mengaku agak jarang inspektorat meneruskannya ke mereka mana – mana kerugian negara yang sudah diperiksa dan terbukti merugikan negara ratusan juta rupiah, ada yang 200 sampai 500 juta ke atas, banyak sekali padahal kasus seperti itu, apalagi mungkin yang miliaran,” ungkapnya lagi.

Ronny mencurigai adanya intervensi kalangan atas yang membuat tidak jelasnya kinerja inspektorat selama ini, hal itu ditandai dengan banyaknya anggaran – anggaran yang tidak jelas realisasinya di Aceh Timur dan tersendatnya inspektorat merespon setiap pengaduan masyarakat.

” Saya mencurigai adanya kalangan atas, misalkan Bos Aceh Timur yang diduga mengintervensi kinerja inspektorat dan penegakan hukum di Aceh Timur selama ini, ya wajar saja kita curiga, selama ini pemerintahan Rocky dan kroninya mana ada tersentuh hukum, jarang, semuanya terkesan aman saja, mana ada gigitan ke mereka, itu contoh kecilnya geuchik, kena dikit aja meski salah, langsung pergi ngadu ke bosnya,” pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya sembari meminta Presiden Jokowi memperhatikan penggunaan uang negara di Aceh Timur yang ugal – ugalan dan besar – besaran tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *