Dalam Perkara Ijen ,Bupati Banyuwangi Terjebak Di Antara Penyalahgunaan Kekuasaan Dan Pembohongan Publik

 BANYUWANGI – jurnalpolisi.id Ada hal-hal yang menarik di balik mediasi perkara nomor: 196/Pdt.G/2021/PN.Byw  yang lebih awal diputus gagal oleh Hakim Mediator, I Komang Didit Prayoga, SH di ruang khusus mediasi Pengadilan Negeri Banyuwangi, Rabu 3 November 2021. Bukan hanya Hakim Mediator yang memutus mediasi gagal saat baru penyerahan resume, namun juga penolakan Kuasa Hukumnya Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani selaku Tergugat. Tentu saja hal itu menjadi kajian khusus Tim 5 Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI) di bawah naungan “Cahaya Keadilan Law Firm” Banyuwangi Jawa Timur. Bukan hal yang tak mungkin, penolakan Kuasa Hukum Bupati Ipuk tersebut justru telah membukakan celah pidananya. Sebagaimana yang dituangkan dalam resume, Tim 5 Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI) menawarkan tiga opsi. Pertama, meminta kepada Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani selaku Tergugat dan Bupati Bondowoso, KH Salwa Arifin dan Gubernur Jawa Timur, Hj Khofifah Indar Parawansa, masing-masing sebagai Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II secara bersama-sama MEMBATALKAN Berita Acara Kesepakatan, tertanggal 3 Juni 2021. Kedua, meminta Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani menempuh jalur hukum upaya pembatalan Berita Acara Kesepakatan, tersebut melalui pengadilan sesuai kompetensinya. Baik opsi pertama maupun kedua, berkaitan erat dengan surat pencabutan tandatangan Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani atas penandantaganan Berita Acara Kesepakatan pada tanggal yang sama, pada 3 Juni 2021. Sedangkan opsi ketiga, meminta Bupati Ipuk Fiestiandani memohon maaf secara terbuka kepada rakyat Banyuwangi melalui TV-TV, media cetak dan media online baik nasional maupun lokal atas kelalaiannya membuat kebijakan yang menyerahkan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Kabupaten Bondowoso tanpa partisipasi publik dan persetujuan DPRD Banyuwangi. Saat Hakim Mediator memberikan kesempatan pandangan kepada para pihak dalam mediasi, salah satu Kuasa Hukumnya Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, yakni H Much Fahim, SH, MH menyatakan penolakannya atas resume yang ditawarkan oleh Tim 5 Kaukus Advokat Muda (KAMI). “Kami dari Kuasa Hukumnya Bupati Banyuwangi (Ipuk Fiestiandani, red.) dengan tegas menolak keras atas penawaran dari penggugat. Karena hal ini belum bersifat final and binding,” ucap Fahim meski sebenarnya belum membaca isi resume dari Tim 5 KAMI, karena memang sengaja tidak dibagikan oleh Hakim Mediator. Koordinator Tim 5 Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI), Dudy Sucahyo, SH menyesalkan putusan Hakim Mediator dan penolakan dari Kuasa Hukumnya Bupati Banyuwangi tersebut. Mengingat resume dari para pihak baru diserahkan, juga belum dibaca dan dipelajarinya. Namun meski belum memahami esensi dan substansi resume dari Tim 5 KAMI, justru pihak Kuasa Hukumnya Bupati Ipuk terburu-buru menyampaikan penolakannya. “Ini kan aneh, belum tahu seperti apa esensi dan substansinya resume dari Tim 5 KAMI (Kaukus Advokat Muda Indonesia, red.) tapi sudah menyampaikan penolakan. Lebih aneh lagi dengan alasan belum final and binding. Justru karena belum adanya putusan itulah kesempatan bagi Bupati Ipuk menunjukkan iktikad baiknya. Karena Bupati Ipuk sudah membuat surat pencabutan tandatangan atas Berita Acara Kesepakatan pada tanggal yang sama, yaitu tanggal 3 Juni 2021. Dan surat pencabutannya dikirim langsung ke Mendagri RI di Jakarta dan Gubernur Jawa Timur,” tandas Dudy sembari memberikan pencerahan. Adapun juru bicara Tim 5 Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI), Denny Sun’anudin, SH menuturkan, pihaknya menghormati penolakan yang disampaikan Kuasa Hukumnya Bupati Ipuk Fiestiandani itu. Namun pihaknya mengingatkan penolakan itu dapat jadi bumerang, karena Bupati Ipuk telah menerbitkan surat pencabutan tandatangan setelah penandatanganan Berita Acara Kesepakatan tentang batas wilayah Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso pada tanggal yang sama, yaitu 3 Juni 2021. Yakni dengan alasan, adanya pemaksaan dan tekanan-tekanan. “Dengan penolakan dari Kuasa Hukumnya Bupati Ipuk Fiestiandani, disadari ataukah tidak telah membukakan celah pidananya. Satu sisi, terkait surat pencabutan tandatangan Bupati Ipuk atas penandantaganan Berita Acara Kesepakatan dan janjinya akan memperjuangkan kembalinya keutuhan kawasan gunung Ijen ke pangkuan Banyuwangi, berarti itu pembohongan publik. Ini dapat dijerat UU Nomor 1 Tahun 1946. Lalu di sisi lain, kebijakan penyerahan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Bondowoso tanpa melibatkan partisipasi publik dan persetujuan DPRD Banyuwangi. Ini jelas tindakan Abuse Of Power (Penyalahgunaan Kekuasaan, red.) yang secara tegas diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014,” tandas Denny tanpa basa-basi. ( JK – TIM 5 ) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *