Upacara Tiwah Dayak Pedalaman di G Obos, Tanggal 5 Februari 2025: Ritual Penghormatan Arwah Leluhur

G Obos, jurnalpolisi.id
5 Februari 2025 – Upacara Tiwah yang diadakan di G Obos, yang dipimpin oleh Basran o Talawang, memasuki tahap yang penuh makna dengan dilaksanakannya tabuh ketiga pada hari ini, 5 Februari 2025. Upacara ini merupakan bagian dari rangkaian ritual kematian yang khas bagi masyarakat Dayak, khususnya Dayak pedalaman, yang bertujuan untuk menghantar arwah leluhur menuju tempat yang kekal.
Acara yang dilaksanakan di G Obos ini menyaksikan penobakan hewan kurban kerbau, yang hingga tidak bisa berdiri lagi, sebagai simbol pengorbanan untuk menghormati roh leluhur. Masyarakat yang hadir, baik warga sekitar maupun tamu dari daerah lain, terlihat begitu antusias dan penuh suka cita dalam menyaksikan prosesi yang sarat dengan nilai spiritual dan kebersamaan ini.
Rangkaian Upacara Tiwah: Ritual Kehormatan bagi Leluhur
Upacara Tiwah adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Dayak, sebagai ritual untuk mengantarkan arwah leluhur ke tempat yang kekal. Sebagai bagian dari agama Kaharingan, agama leluhur masyarakat Dayak, Tiwah memiliki makna yang sangat dalam. Ritual ini merupakan penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal dunia, dengan tujuan agar roh mereka mendapatkan kedamaian di dunia yang kekal.
Pada hari ini, prosesi tabuh ketiga menandai titik penting dalam pelaksanaan upacara Tiwah. Proses ini diawali dengan penobakan hewan kurban kerbau yang melibatkan masyarakat setempat dan keluarga yang sedang melaksanakan upacara. Kerbau yang dipilih sebagai hewan kurban, setelah disembelih, menunjukkan bentuk pengorbanan dan rasa hormat yang mendalam terhadap arwah leluhur yang akan dihantar ke alam baka.
Kebersamaan dan Kekerabatan yang Kental
Acara ini juga penuh dengan kebersamaan, di mana masyarakat yang hadir tidak hanya dari desa sekitar G Obos, tetapi juga warga dari berbagai daerah lainnya. Keluarga besar yang terlibat dalam pelaksanaan upacara ini mengundang tamu-tamu terhormat untuk turut serta dalam memanjatkan doa bagi arwah leluhur dan merayakan kehadiran mereka dalam kehidupan yang kekal.

“Upacara Tiwah ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bentuk pengikat tali persaudaraan antara keluarga besar dan masyarakat. Kami merasakan kebersamaan yang begitu kuat dalam setiap langkah upacara ini,” ujar Basran o Talawang, ketua yang memimpin upacara ini.
Hakahem Nalia Sangiang sebagai Puncak Upacara
Pada tanggal 6 Februari 2025, rangkaian upacara Tiwah akan dilanjutkan dengan prosesi Hakahem Nalia Sangiang, sebuah ritual penghormatan tertinggi yang menjadi puncak dari keseluruhan upacara. Ritual ini akan dihadiri oleh lebih banyak tamu dan keluarga, di mana masyarakat Dayak akan mempersembahkan doa dan persembahan untuk keselamatan roh leluhur yang telah meninggalkan dunia ini.
Hakahem Nalia Sangiang merupakan wujud rasa terima kasih dan penghormatan terhadap leluhur yang telah membimbing dan melindungi masyarakat. Dalam ritual ini, doa-doa dan pujian akan dipanjatkan, berharap agar arwah leluhur tetap mendapatkan tempat yang mulia di alam akhirat dan agar kehidupan yang ditinggalkan menjadi berkah bagi generasi yang masih hidup.
Masyarakat Dayak dan Pelestarian Tradisi Leluhur
Bagi masyarakat Dayak, terutama yang tinggal di pedalaman, upacara Tiwah dan ritual-ritual lainnya merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur dan alam semesta. Upacara ini tidak hanya merupakan bagian dari agama Kaharingan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang telah dilestarikan secara turun-temurun. Masyarakat Dayak memandang ritual ini sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia roh, serta untuk mempererat hubungan sosial dan budaya antar anggota komunitas.
Sebagai salah satu bentuk pelestarian kebudayaan, upacara Tiwah diharapkan dapat terus dilestarikan, tidak hanya sebagai bagian dari keyakinan spiritual, tetapi juga sebagai bagian dari identitas dan kekayaan budaya bangsa.
Penutupan yang Penuh Makna
Upacara Tiwah yang diadakan di G Obos ini, serta prosesi lanjutan yang akan berlangsung hingga 6 Februari, menjadi bukti nyata bagaimana masyarakat Dayak tetap menjaga dan merayakan tradisi leluhur mereka dengan penuh rasa hormat dan kebersamaan. Dengan segala makna yang terkandung di dalamnya, upacara ini menjadi simbol kekuatan spiritual dan kebersamaan yang terus diwariskan kepada generasi mendatang.(Tigor)