Jembatan Gantung Rp 495 Juta di Tapsel Terbengkalai, Kantor Kontraktor Fiktif?

Tapanuli Selatan, jurnalpolisi.id

Dua menara berdiri sunyi di Desa Purba Nauli, Kecamatan Angkola Muara Tais, Kabupaten Tapanuli Selatan. Di antara keduanya, tak ada kabel sling, tak ada dek jembatan, tak ada penggantung. Tak ada jembatan.

Itulah yang tersisa dari proyek pembangunan jembatan gantung atau rambin senilai Rp 495 juta, yang kini menuai sorotan. Proyek yang digarap oleh CV Thama Kontraktor itu diduga mangkrak.

Pantauan di lapangan pada akhir Mei 2025 menunjukkan progres fisik yang jauh dari selesai: hanya dua tiang pancang atau pylon menjulang di atas lahan terbuka.

Warga sekitar yang semula berharap dapat menyeberangi sungai dengan aman, kini hanya bisa menggeleng. Jembatan yang seharusnya menghubungkan dua sisi desa, malah menjadi tempat bermain anak-anak. Sebagian warga mulai khawatir, bukan hanya soal anggaran yang diduga bocor, tetapi juga soal keselamatan.

Kantor Tak Ditemukan

Yang tak kalah mencurigakan adalah keberadaan perusahaan pelaksana proyek. Dalam dokumen LPSE Kabupaten Tapanuli Selatan, CV Thama Kontraktor tercatat beralamat di Jalan Raja Inal Siregar Gang Lestari, Kecamatan Psp Batunadua, Kota Padangsidimpuan.

Namun, saat dilakukan penelusuran ke lokasi yang tercantum, hasilnya nihil. “Kami tidak pernah tahu ada perusahaan kontraktor di sini. Tidak pernah lihat aktivitas proyek juga,” kata seorang warga setempat yang ditemui pada Selasa, 27 Mei 2025.

Penelusuran ini menguatkan kecurigaan adanya penyimpangan administratif sejak awal lelang. “Kalau alamat kantornya saja tidak jelas, bagaimana kita bisa percaya proyek ini akan dikerjakan dengan benar?” ujar A. J. Siagian, Ketua Umum Bangsa Institute (BI) Tabagsel, kepada wartawan.

Siagian menyoroti lemahnya verifikasi administratif oleh dinas teknis dan penyelenggara pengadaan. “Ini bukan sekadar lalai. Ini berbahaya,” katanya.

Kemana Sisa Anggaran?

Tak hanya soal fisik proyek, Bangsa Institute juga mempertanyakan rincian anggaran pembangunan jembatan tersebut. Dari hasil estimasi teknis internal lembaga itu, dua menara rambin seperti yang terlihat di lapangan semestinya hanya menelan biaya antara Rp 100 juta hingga Rp 160 juta.

“Lalu ke mana sisa dana Rp 300 jutaan lebih itu? Apakah digunakan untuk hal-hal yang tidak terlihat, atau justru hilang tanpa jejak?” kata Siagian.

Hingga kini, tak ada penjelasan resmi dari pihak kontraktor maupun dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tapsel. Surat permintaan konfirmasi yang dilayangkan Bangsa Institute pun belum dibalas.

Tuntutan Transparansi dan Audit

Situasi ini membuat publik gelisah. Bangsa Institute mendesak Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, khususnya Dinas PUPR, untuk membuka progres dan dokumen proyek secara terbuka kepada masyarakat.

Tak cukup di situ, mereka juga mendorong dilakukannya audit investigatif oleh lembaga independen. “Jika ditemukan indikasi penyimpangan, kami akan mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan. Ini menyangkut uang rakyat, jangan sampai rakyat pula yang dikorbankan,” ujar Siagian.

Hingga laporan ini disusun, CV Thama Kontraktor dan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek belum memberikan tanggapan resmi. Nomor yang dihubungi tidak aktif, sementara alamat kantor, seperti yang disebutkan sebelumnya, tidak dapat diverifikasi.

Di Desa Purba Nauli, dua menara jembatan itu berdiri seperti tugu bisu. Menandakan janji pembangunan yang setengah hati atau mungkin, setengah jalan.(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *