Petaka di Sungai Aek Bilah ,Geolog Eco Power Hanyut Saat Riset

Tapanuli Selatan, Jurnalpolisi.id

Aris Pitaloka, seorang geolog muda yang tengah meneliti struktur batuan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Aek Bilah, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, ditemukan tak bernyawa setelah hilang selama tiga hari.

Ia hanyut terbawa arus deras saat menjalankan tugas lapangan di kawasan hulu sungai, Kamis pagi, 29 Mei 2025.

Jenazah Aris ditemukan mengambang sejauh lebih dari tujuh kilometer dari lokasi awal ia dilaporkan hilang. Seorang warga yang sedang menaiki perahu di Desa Sunut, Padang Lawas Utara, melihat tubuhnya mengapung dan segera melaporkannya ke tim SAR. Waktu penemuan tercatat pukul 16.00 WIB, Sabtu, 31 Mei 2025.

“Benar, korban telah ditemukan dan langsung dievakuasi ke RSUD Rantau Prapat,” kata Hery Marantika, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Medan, dalam keterangan resmi.

Operasi pencarian yang melibatkan Tim SAR, aparat desa, Babinsa, dan warga setempat dinyatakan selesai setelah jenazah ditemukan.

Aris hanyut saat sedang mengambil sampel batu di Dusun Tanjung Baru, Desa Huta Baru, Kecamatan Aek Bilah. Kepala Desa Huta Baru, Rohim Ritonga, menyebut korban sempat berteriak meminta pertolongan kepada rekan kerjanya sebelum akhirnya terseret arus. “Air sungai sangat deras pagi itu, dan dia berada cukup jauh dari tepian,” ujarnya.

Sungai Aek Bilah yang mengalir dari Tapsel hingga Labuhan Batu itu dikenal sebagai salah satu jalur potensial untuk pengembangan energi baru terbarukan di Sumatera Utara.

Lokasi tempat Aris bekerja merupakan bagian dari survei awal proyek PLTA yang digagas perusahaan energi swasta, Eco Power.

Jika rampung, pembangkit ini bakal menjadi PLTA kedua di kawasan tersebut, setelah PLTA Simarboru yang lebih dulu beroperasi di Sungai Batangtoru.

Proyek ini digadang-gadang sebagai upaya diversifikasi energi di tengah derasnya kritik terhadap eksploitasi kawasan hutan dan habitat satwa langka, termasuk orangutan Tapanuli.

Namun di balik ambisi besar itu, kecelakaan Aris menjadi pengingat bahwa eksplorasi alam tak pernah bebas risiko.

Sungai yang tampak tenang dari kejauhan bisa menjadi jebakan mematikan, terlebih bagi mereka yang berkutat langsung di jantungnya.

Jenazah Aris Pitaloka, yang kini terbujur kaku di ruang jenazah rumah sakit, adalah pengingat sunyi bahwa di balik peta potensi energi, ada nyawa manusia yang turut dipertaruhkan.
(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *