Kang Joker: Pembatalan Pengadaan Insinerator Adalah Bukti Nyata Kegagalan Tata Kelola Perencanaan Anggaran Di Pemkot Bandung

BANDUNG, jurnalpolisi.id

Pembatalan mendadak program pengadaan insinerator di bawah mata program Prakarsa Kewilayahan Pemerintah Kota Bandung menjadi sorotan tajam, dinilai sebagai bukti konkret lemahnya tata kelola perencanaan dan penganggaran di lingkungan Pemkot Bandung.

Fakta bahwa program bernilai miliaran ini telah dianggarkan, hingga masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) sebelum akhirnya dibatalkan.

Melalui keterangan resminya, Ketua Umum DPP LSM PMPR-I Rohimat menyampaikan, bahwa pembatalan mendadak ini menunjukkan adanya indikasi praktik perencanaan yang tidak dijalankan secara prudent, rasional, dan berbasis bukti (evidence-based planning).

“Program ini diduga kuat dipaksakan masuk tanpa melalui kajian mendalam atas dampak lingkungan (AMDAL), kelayakan teknis, dan kesiapan sosial masyarakat,” ujarnya, Sabtu (27/9/2025).

Menurut Rohimat yang akrab disapa Kang Joker, pembatalan program setelah penetapan DPA ini bukan sekadar kekeliruan administratif biasa.

“Ini adalah konsekuensi langsung dari proses perencanaan yang dipaksakan, minim koordinasi, dan lemahnya fungsi pengawasan internal. Keputusan penganggaran tampaknya lebih didasarkan pada dorongan kepentingan sesaat dari beberapa pihak, bukan kebutuhan strategis daerah,” katanya tegas.

Kerugian Reputasi dan Potensi Maladministrasi ketidaksiapan program dari sisi regulasi, analisis dampak lingkungan, serta ketidakjelasan mekanisme operasional, sangat jelas menjadi bukti lemahnya proses screening.

Kondisi ini di perparah dengan tidak adanya pengendalian efektif dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) maupun Bappelitbangda dalam memverifikasi kelayakan program sebelum dianggarkan.

Pembatalan pasca penetapan DPA ini tidak hanya menandakan kegagalan perencanaan, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang mungkin telah melakukan persiapan pelaksanaan, sekaligus merusak kepercayaan publik terhadap kredibilitas Pemkot Bandung, dan membuka potensi temuan maladministrasi di kemudian hari.

Oleh karenanya, menyikapi kegagalan tata kelola ini, masih menurut Kang Joker, diperlukan langkah korektif yang bersifat struktural dan kultural, meliputi:

  1. Penegasan kembali prinsip perencanaan berbasis data dan kajian risiko;
  2. Penerapan sanksi administratif terhadap pihak yang memaksakan program tanpa dasar teknis dan regulatif yang kuat;
  3. Penguatan peran Bappelitbangda dan TAPD sebagai filter utama terhadap program yang berpotensi menimbulkan risiko hukum, lingkungan, dan sosial;
  4. Serta peningkatan transparansi dan partisipasi publik dalam proses perencanaan untuk mencegah munculnya program yang hanya berbasis kepentingan jangka pendek.

“Kejadian ini adalah pelajaran penting bahwa setiap rupiah anggaran publik harus direncanakan dengan kehati-hatian, berdasarkan kajian menyeluruh, dan diarahkan untuk kepentingan publik yang berkelanjutan, bukan kepentingan pihak tertentu,” tegasnya.

“Kegagalan ini harus menjadi momentum perbaikan menyeluruh demi memastikan anggaran publik dikelola dengan akuntabel dan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat Kota Bandung,” tambahnya.”(JK – DRIV)

RED – TIM INVESTIGASI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *