Diduga Adanya Korupsi Pada Pelaksanaan Program Pelatihan Kerja Dan Sertifikasi Metodologi, Begini Kata Kabid P3TKT Disnakertrans KBB
BANDUNG BARAT, jurnalpolisi.id
Untuk memastikan penyediaan Instruktur yang profesional serta sarana dan prasarana Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) memiliki keterampilan yang sesuai standar nasional, kali ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat (KBB) melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) telah merealisasikan program pelatihan kerja dan produktivitas tenaga kerja untuk 20 orang peserta.
Program yang bertujuan untuk menilai dan memastikan bahwa setiap instruktur memiliki kompetensi sesuai dengan standar nasional, malah diwarnai dengan adanya dugaan korupsi, demi meraup keuntungan pribadi maupun kelompok.
Berdasarkan informasi yang diterima Tim Investigasi Jurnal Polisi News mengungkapkan, bahwa program pelatihan dan sertifikasi metodologi yang dilaksanakan sejak 21 Oktober sampai dengan 25 Oktober 2025 di Hotel Lemon Lembang terkesan di paksakan. Dia menyebut, adanya indikasi peserta fiktif demi memenuhi kuota jumlah peserta.
“Permasalahannya, terdapat dua orang peserta dari Kota Bandung, dan staf Dinas juga dimasukin sebagai peserta. Padahal kegiatan itu bersumber dari anggaran APBD KBB, Kepala Dinasnya ngomong sendiri pas waktu pembukaan, kalau anggarannya itu Rp 200 juta. Masa di nikmati oleh peserta dari luar KBB, kayak benar-benar tidak ada orang di KBB saja,” kata narasumber yang identitasnya tak ingin diketahui, pada Jum’at (24/10/2025).

Kemudian sepengetahuan dia, adanya peserta dari orang Dinas yang ikut dalam kegiatan itu kurang lebih 12 orang, dan dari LPK ada 8 orang. Bahkan, orang yang di tugaskan untuk mencari peserta dinilai kesulitan.
“Sampai tiba waktunya orang yang cari peserta saja sampai ikut jadi peserta. Yang ikutan kebanyakan TKK, harusnya kan orang BLK atau LPK, karena untuk penyediaan instruktur. Judulnya saja metodologi,” tandasnya.
Adapun bantuan yang diberikan oleh Pemerintah dalam bentuk dana pelatihan yang anggarannya mencapai ratusan juta rupiah itu, sambung narasumber menuturkan, masing-masing peserta hanya diberikan uang transport per hari Rp 150 ribu (belum di potong Ppn) setiap menerima uang tersebut. Ditambah, setiap peserta mendapatkan sarapan pagi, snack dan makan sekali.
“Rp 150 itu mah hitungan transport kegiatan dalam kota. Kalau uang saku hariannya mana,” tanya dia.
Selain itu, narasumber juga membeberkan, para peserta diminta untuk menandatangani satu dokumen untuk seragam. Namun, hingga kegiatan pelatihan dan sertifikasi metodologi selesai dilaksanakan masing-masing peserta belum mendapatkan seragam.
“Terus kita tandatangan seragam. Terus seragamnya tidak dikasih. Kalau tandatangan sudah, kalau buktinya tidak ada itu seragam,” ungkapnya, Sabtu (25/10/2025).

Dan anehnya, sambung narasumber menuturkan, selepas wartawan selesai melakukan konfirmasi, tak lama kemudian orang-orang Dinas ikut meninggalkan tempat pelatihan kerja dan sertifikasi metodologi itu.
“Selepas wartawan pergi itu orang-orang Dinas pada kabur semua. Tidak tau ada apa, yang katanya mau diperiksa sama inspektorat ternyata tidak ada. Penutupan pun tidak ada, biasanya ada penutupan, tadi hari terakhir tidak ada penutupan. Bahkan orang Dinas yang ikut jadi peserta pun pada pergi semua, cuman sisa peserta dan asesor,” imbuhnya.
Di sisi lain, lebih lanjut dalam konfirmasinya itu dia menyampaikan, kegiatan tersebut tidak ditutup seperti sebelum-sebelumnya, hingga sempat menjadi pertanyaan dari beberapa orang peserta.
“Orang-orang yang benar-benar peserta juga pada aneh kenapa tidak ada penutupan. Itu kata orang-orang LPK sama BLK,” ujarnya.

Terpisah, dikonfirmasi di Lemon Hotel Lembang, Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (P3TKT) Disnakertrans Bandung Barat Dewi Andani menyampaikan, bahwa kegiatan ini adalah kegiatan metodologi dengan uji kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Tujuannya adalah untuk mengasah keterampilan, pengetahuan juga sikap para instruktur atau calon instruktur atau pegawai yang ditempatkan di analis penempatan agar lebih profesional. Karena melalui pelatihan ini diajarkan juga cara pembelajaran bagaimana membuat program kerja, bagaimana nanti dia membuat suatu pelatihan terus dia akan mempraktekkannya nanti untuk sesuai dengan tupoksinya di bidang pelatihan,” ujarnya.
Kemudian Dewi menjelaskan, dalam program pelatihan kerja dan sertifikasi metodologi diikuti oleh LPK, BLK, dari Dinas dan dari mitra kerja.
“Kalau pesertanya, khususnya kami dari instruktur LPK satu, dari Dinas juga banyak, dari BLK dan dari mitra kerja kami yang sudah bekerjasama dengan kami. Staf Dinas itu kan ada BLK, BLK itu kan sama saja dengan LPK. Kita memang banyaknya dari BLK, karena BLK harus memiliki kompetensi metodologi, wajib itu, kan BLK mau mengajar sama-sama LPK,” terangnya.
Disinggung terkait informasi yang menyebut adanya dua orang peserta yang berasal dari Kota Bandung. Sedangkan, sumber anggaran bersumber dari APBD Bandung Barat.
“Kan yang satu orang mah mereka ikut tapi hanya untuk uji kompetensi, itu di luar tanggung jawab kami. Silahkan saja, karena ada uji kompetensinya, kebetulan dilaksanakan disini jadi ikut. Hanya untuk uji kompetensi saja, tidak menjadi peserta. Itu bukan peserta ya, ingat bukan peserta kami,” imbuhnya.
Yang satu lagi, sambung dalam konfirmasinya itu Dewi menuturkan, dari universitas yang sudah bekerjasama dengan kami (tanpa menyebut universitas mana).
“Kami sering melakukan kegiatan-kegiatan universitas yang membantu kegiatan kami. Kalau misalkan ada kerjasama berarti kan apa yang kami berikan ke universitas, apa yang universitas berikan kepada kami. Kalau dalam perjanjian kerjasama seperti itu,” katanya.
Selain itu Dewi juga menerangkan soal diikutsertaan staf Dinas dalam program pelatihan kerja dan sertifikasi metodologi itu.
“Iya pasti, kan ini pelatihannya untuk kompetensi. Kompetensi itu termasuk salah satu diantaranya instruktur-instruktur BLK. BLK itu untuk calon instruktur, salah satu untuk menduduki jabatan instruktur itu, metodologi itu menjadi kompetensi yang wajib,” paparnya.
“Justru kalau anggarannya cukup kami juga seluruh Dinas harus kami ikutkan juga, biar dia faham akan mengikuti, kan bidang saya juga bidang pelatihan produktivitas dan penempatan tenaga kerja. Itukan di pelatihannya jelas mereka harus mempunyai kompetensi yang sudah berkompeten,” tambahnya.
Pada kesempatan ini, Dewi juga membantah, bahwa kegiatan pelatihan kerja dan sertifikasi metodologi ini seolah di paksakan. Dia juga menyangkal adanya dugaan peserta fiktif untuk memenuhi kuota jumlah peserta pada kegiatan tersebut.
“Peserta fiktif yang mana, sama sekali tidak ada peserta fiktif. Saya justru pingin tahu, mana kalau ada dugaan peserta fiktif kasihin ke saya data fiktifnya yang mana. Ini peserta jelas semua yang sudah memenuhi standar yang memang harus di ikut sertakan dalam pelatihan ini untuk menunjang pelayanan publik yang ada di kantor kami, karena kan kami sekarang di tuntut ASN ber-Akhlak itu salah satu indikatornya ASN nya yang berkompetensi,” jelasnya.
Dewi pun mengungkapkan, bahwa besarnya anggaran kegiatan ini senilai Rp 126 juta, bukan Rp 200 juta.
Dari besarnya nilai anggaran itu, Dewi memaparkan, uang itu untuk 20 orang peserta selama 5 hari, ditambah untuk uji kompetensi dan narasumber.
Tak hanya itu, Dewi juga membenarkan, bahwa setiap peserta mendapatkan uang transport sebesar Rp 150 ribu yang di transfer langsung ke rekening nya setelah di potong Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) per setiap harinya.
Disinggung soal harga sewa tempat, dalam konfirmasinya itu, Dewi mengatakan bahwa itu akomodasi.
“Sudah include sewa tempat, makan, minum dan semua fasilitas yang sudah kami pesankan ke pihak penyedia. Sesuai dengan DPA saja Rp 390 ribu/ per hari,” pungkasnya.
“Peserta juga dapat dua kali makan, makan pagi dan makan siang. Snack dua kali,” tambahnya.
Disindir soal harga makan dan Snack, Dewi mengatakan harga sesuai dengan DPA dan sudah dipotong pajak.
“Seluruh pembiayaan kami itu sekarang sistemnya SI ya transfer, jadi tidak ada uang yang kami bayar kayak dulu. Sekarang sudah sistem transfer, dari bendahara ke penyedia (pihak ketiga),” imbuhnya.
Dalam kesempatan ini juga, Dewi pun menyampaikan klarifikasinya terkait adanya dugaan mark up anggaran pada kegiatan pelatihan kerja dan sertifikasi metodologi itu.
“Mark up apa ya, mark up nya sebelah mana ya. Tidak ada mark up anggaran, kan tadi sudah di kasih tahu semua pembayaran itu dari bendahara langsung ke pihak penyedia. Baik itu misalnya ke hotel ya transfer ke hotel, uang saku di transfer ke pesertanya, terus lagi untuk pembelian ATK nya di transfer ke toko ATK nya,” terangnya.

Tak berhenti sampai disitu, terkait adanya informasi yang di anggap miring, menurut Dewi yang berhak melakukan investigasi itu bukanlah per orangan.
“Kalau menurut saya sebelum berasumsi harusnya kan mereka itu baca dulu aturannya, terus lagi yang berhak menginvestigasi kan bukan per orangan. Ada lembaga-lembaga yang memang mempunyai tugas dan fungsi menginvestigasi kami, misalnya Inspektorat, ada BPK itu yang berhak menginvestigasi kami,” ujarnya.
“Apakah kegiatan ini ada mark up, atau ada penyelewengan, itu nanti biarkan mereka yang berhak menginvestigasi kami,” tambahnya.
Masih dengan Dewi, dalam konfirmasinya itu menyampaikan, nanti juga kami kan diperiksa kegiatan ini sama Inspektorat.
“Sebentar lagi juga diperiksa seluruh pertanggungjawabannya akan diperiksa, jadi kalau ada pihak-pihak luar sangat di sayangkan dengan tidak berdasar langsung menyebarkan. Kan kami juga sebenarnya punya hak jawab, punya hak menuntut kalau misalnya yang di lontarkan itu tidak sesuai kan undang-undang informasi itu bisa menguntungkan kedua belah pihak, bisa saling mengklarifikasi diberikan ruang untuk itu,” tuturnya tegas.
Di akhir konfirmasinya, Dewi pun menjelaskan manfaat dari program pelatihan kerja dan sertifikasi metodologi ini.
“Manfaatnya itu penting sekali, kalau bagi instruktur LPK, kan setiap dua tahun sekali itu melakukan akreditasi agar LPK itu terakreditasi di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) salah satunya, kalau instrukturnya tidak punya sertifikat metodologi dia tidak bisa ikut.. maksudnya akan di ragukan. Bukan..bukan… sertifikasi akan terhambat apabila instrukturnya tidak punya sertifikat metodologi,” paparnya.
Untuk Dinas nih, Dewi menambahkan, terhadap anak-anak kami yang diikut sertakan, satu karena yang diikutkan itu sebagai analis pelatihan.
“Masa iya kalau melatih orang, kalau analisnya tidak punya ilmu untuk mengerjakan metodologi, untuk mengerjakan SILABUS, kan tidak bagus. Kalau mengerjakan harus, karena kami tuntutan tupoksi kami harus membuat SKKNI, membuat SILABUS, otomatis karyawan kami yang ASN itu kami latih dulu,” imbuhnya.
“Untuk masyarakat secara umum, mudah-mudahan dengan banyaknya yang berkompetensi, dengan banyaknya yang sudah di sertifikasi otomatis dia mampu menjadi instruktur yang baik, yang bisa memberikan mentransformasikan ilmunya kepada masyarakat,” tutup Dewi dalam konfirmasinya.
Selanjutnya, dengan adanya pemberitaan ini diharapkan pihak berwenang mampu menjadi tumpuan bagi masyarakat, baik dari Inspektorat Daerah KBB, maupun aparat penegak hukum lainnya, segera melakukan investigasi untuk mengungkap kebenaran dari dugaan-dugaan ini.
Transparansi dan akuntabilitas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat penting untuk memastikan perealisasiannya berjalan efektif dan tepat sasaran. Kejelasan mengenai dugaan-dugaan tersebut sangat dinantikan untuk mencegah kerugian yang lebih besar oleh Negara dan memastikan keadilan bagi masyarakat.
RED – TIM INVESTIGASI
