Aktivis Kota Bandung: Kejaksaan Negeri Ciamis Tidak Tebang Pilih Dalam Penegakkan Supremasi Hukum Dugaan Korupsi Pembangunan Unit Sekolah Baru SMKN 1 Cijeungjing

BANDUNG, jurnalpolisi.id

Usai menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan unit sekolah baru SMKN 1 Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Ciamis di harapkan transparan dan tidak menerapkan praktik tebang pilih dalam menegakkan supremasi hukum.

Hal itu di nyatakan tegaskan oleh seorang aktivis Kota Bandung yang identitasnya tak ingin diketahui, pada Selasa (28/10/2025) di depan Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Jalan Dr. Rajiman, Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.

Menurut dia, masih ada beberapa orang yang diduga terlibat pada kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan unit sekolah baru SMKN 1 Cijeungjing.

“Selain EK sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, JP selaku Kontraktor pelaksana pembangunan SMKN 1 Cijeungjing, S dan IS sebagai konsultan pengawas, pada kasus itu masih ada beberapa orang yang terindikasi kuat terlibat. Kenapa mereka ini tidak terbawa, terkesan kebal hukum,” ujarnya.

Lebih lanjut dalam konfirmasinya, aktivis tersebut membeberkan, bahwa ada EK sebagai PPK tidak menjalankan kewajiban pengendalian kontrak dan tidak melakukan pengawasan, serta gagal memastikan personel yang bekerja sesuai kontrak, diduga adanya unsur kesengajaan atas perintah atasan.

“Kami menduga, EK berani melakukan pelanggaran itu atas adanya perintah dari atasan. Begitupun dengan pihak kontraktor (JP) dan konsultan pengawas (S dan IS) yang diduga melaksanakan pekerjaannya dengan anggaran yang sudah menjadi ajang bagi-bagi kue, akibatnya pembangunan tersebut tidak sesuai spesifikasi,” tandasnya.

Kemudian dia mendukung penuh sekaligus meminta kepada Kejaksaan Negeri Ciamis, kasus tindak pidana korupsi yang sudah merugikan keuangan negara ini agar di usut tuntas sampai ke akar-akarnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan unit sekolah baru SMKN 1 Cijeungjing tahun anggaran 2023. Keempat tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan.

Dan keempat orang tersebut, yakni EK, JP, S dan IS terlihat digiring petugas Kejari Ciamis menuju mobil tahanan, pada Rabu (17/9/2025).

Dengan mengenakan rompi berwarna merah muda dan masker, kemudian mereka dibawa ke Lapas Ciamis untuk menjalani masa penahanan.

Kepala Kejari Ciamis Raden Sudaryono menjelaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian proses penyidikan oleh tim pidana khusus.

“Tim penyidik telah memeriksa 27 saksi, termasuk pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, penyedia, konsultan perencana, dan konsultan pengawas. Kami juga meminta keterangan ahli fisik dari Politeknik Bandung serta melakukan pengecekan langsung ke lokasi pembangunan,” ujarnya.

Selain itu, penyidik meminta perhitungan kerugian negara kepada BPKP Provinsi Jawa Barat. Hasilnya, ditemukan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp2.771.391.000,- (Dua miliyar tujuh ratus tujuh puluh satu juta tiga ratus sembilan puluh satu ribu rupiah).

“Dari rangkaian tersebut, menurut kami sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap perkara ini,” jelas Raden Sudaryono.

Pada tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001, Jo Pasal 51 KUHP.

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Ciamis M Herris Priyadi menjelaskan peran masing-masing tersangka. EK sebagai PPK, tidak menjalankan kewajiban pengendalian kontrak, tidak melakukan pengawasan, serta gagal memastikan personel yang bekerja sesuai kontrak. JP sebagai kontraktor pelaksana, tidak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan, menunjuk tenaga kerja yang tidak sesuai kontrak, tidak berkompeten, dan tidak bersertifikasi.

S dan IS, konsultan pengawas, tidak menurunkan tenaga ahli sesuai penawaran. Seharusnya menurunkan tenaga ahli dengan ijazah S1 dan sertifikasi, namun hanya menugaskan IS yang berpendidikan SMK dan tidak berpengalaman. Pengawasan pun tidak dilakukan sesuai perencanaan konsultan.

“Bangunan akhirnya tidak layak pakai karena kesalahan pelaksanaan. Konsultan perencana sebenarnya sudah membuat perencanaan untuk tanah kering, namun karena tenaga pelaksana tidak berkompeten, terjadi kesalahan teknis hingga bangunan bergeser dan miring,” ungkap Herris.

Herris menuturkan, penahanan dilakukan untuk memperlancar pemeriksaan, mencegah tersangka melarikan diri, serta menghindari potensi penghilangan barang bukti.

Adapun kerugian negara dihitung dari kontrak pembangunan sebesar Rp 2,6 miliar ditambah biaya konsultan sebesar Rp 90 juta. Sementara itu, tanah untuk pembangunan merupakan hibah masyarakat, sehingga tidak ada pengeluaran negara.

“Kerugian negara ini terjadi karena bangunan tidak bisa dimanfaatkan dan pengawasan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tugas kami nantinya memulihkan kerugian, apakah dengan itikad baik dari para tersangka atau perampasan aset sesuai putusan pengadilan,” pungkas Herris.

RED – TIM INVESTIGASI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *