GAMS Indonesia Soroti Penyaluran KUR di BRI Kota Pinang, Gelar Aksi di Labusel

Labusel, jurnalpolisi.id
Gerakan Mahasiswa Sumatera Utara Indonesia (GAMS Indonesia) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Cabang BRI Kota Pinang, Labuhanbatu Selatan, terkait dugaan ketidaktepatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Aksi tersebut menjadi sorotan publik lantaran banyak masyarakat menilai penyaluran KUR di wilayah tersebut tidak sesuai harapan dan menimbulkan kecemburuan sosial.

Para mahasiswa menilai proses penyaluran KUR dinilai mempersulit pelaku usaha mikro yang benar-benar membutuhkan modal usaha. Aksi berlangsung pada Kamis (4/12/2025) dan diwarnai dialog antara perwakilan mahasiswa dan pihak BRI.

BRI Kota Pinang Jelaskan Transparansi Penyaluran KUR

Pimpinan Cabang BRI Branch Office (BO) Kotapinang, Triyono Priyosaputro, didampingi Manager Bisnis Mikro Parulian Siagian, menerima langsung perwakilan mahasiswa di ruang kerjanya. Pertemuan tersebut menjadi momen penting untuk menjernihkan dugaan dan keresahan masyarakat mengenai proses penyaluran KUR.

Triyono menegaskan bahwa BRI BO Kotapinang telah menjalankan aturan terbaru terkait pelaksanaan KUR, terutama soal pengembalian agunan bagi pinjaman di bawah Rp100 juta sebagaimana diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian RI Nomor 1 Tahun 2022.

“Seluruh agunan nasabah KUR akan kami kembalikan. Kami juga akan menyampaikan pemberitahuan resmi kepada seluruh nasabah melalui surat di unit-unit BRI di bawah naungan BRI BO Kotapinang,” jelas Triyono.

Ia juga menegaskan komitmen BRI untuk membuka ruang dialog dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar informasi keliru mengenai KUR tidak terus berkembang.

Mahasiswa Pertanyakan Akurasi Data dan Kriteria Penerima

Aksi dipimpin Koordinator Lapangan Aroma Syahputra Hasibuan, yang menyampaikan sejumlah tuntutan, mulai dari transparansi jumlah dana KUR, mekanisme penyaluran, hingga kriteria penerima manfaat.

Aroma menilai beberapa penerima KUR diduga tidak lagi memenuhi kriteria sebagai pelaku usaha mikro, termasuk mereka yang memiliki lahan sawit produktif 25–30 hektare, sehingga dinilai berpotensi menggeser hak UMKM yang benar-benar membutuhkan.

“Kurangnya transparansi membuat pelaku usaha mikro di Labusel justru takut meminjam dana KUR yang sebenarnya disediakan negara untuk mereka,” tegas Aroma.

Dialog Menjadi Titik Temu

Diskusi antara mahasiswa dan pihak BRI menjadi titik temu bagi kedua belah pihak. Mahasiswa menginginkan akuntabilitas dan pemerataan akses, sementara BRI menegaskan komitmennya menjalankan aturan dan memastikan masyarakat memperoleh hak secara utuh.

Pertemuan tersebut menegaskan bahwa:

  • Transparansi adalah fondasi pelayanan publik.
  • Dialog adalah jembatan antara aspirasi masyarakat dan kebijakan.
  • Kepercayaan publik merupakan aset terbesar lembaga keuangan negara.

Di tengah upaya membangkitkan UMKM pascapandemi, KUR bukan sekadar fasilitas pinjaman, melainkan harapan bagi pelaku usaha kecil untuk bangkit, berkembang, dan bertahan. Karena itu, setiap proses penyalurannya harus dikawal agar tepat sasaran dan bebas dari penyalahgunaan.

(M. Suyanto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *