Ketum DANRI Sultan Sepuh Cirebon: “Bencana Sumatera Sudah Masuk Kategori Bencana Nasional, Pemerintah Harus Bergerak Cepat!”
Cirebon — jurnalpolisi.id
Ketua Umum Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DANRI), Sultan Sepuh Cirebon KGSS. Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H., mengeluarkan pernyataan tegas bahwa rangkaian bencana besar yang menimpa Sumatera telah memenuhi seluruh unsur untuk ditetapkan sebagai bencana nasional.
Menurutnya, skala kerusakan, jumlah korban, serta kelumpuhan sosial-ekonomi di berbagai provinsi menunjukkan bahwa bencana ini sudah melampaui kapasitas daerah, sehingga membutuhkan intervensi penuh dari pemerintah pusat.
Tiga Provinsi Terparah: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat
Berdasarkan laporan dari sejumlah lembaga penanggulangan bencana dan pemerintah daerah, tiga provinsi yang mengalami dampak terbesar ialah:
1.Provinsi Aceh — 7 Kabupaten/Kota Terdampak Berat
Aceh menjadi salah satu wilayah dengan dampak terluas. Tercatat 7 kabupaten/kota mengalami kerusakan signifikan, antara lain:
- Aceh Selatan
- Aceh Singkil
- Aceh Barat
- Aceh Barat Daya
- Nagan Raya
- Subulussalam
- Simeulue
Beberapa daerah melaporkan ribuan rumah hancur, korban jiwa yang terus bertambah, serta akses logistik yang terputus akibat jalan dan jembatan rusak.
2.Sumatera Utara — 5 Kabupaten/Kota Mengalami Krisis
Di wilayah Sumatera Utara, 5 kabupaten/kota terdampak bencana dengan tingkat kerusakan tinggi:
- Dairi
- Karo
- Langkat
- Tapanuli Tengah
- Mandailing Natal
Bencana di wilayah ini memicu gelombang pengungsian, kerusakan fasilitas umum, terputusnya jalur darat, dan lumpuhnya pusat ekonomi lokal.
- Sumatera Barat — 6 Kabupaten/Kota Mengalami Dampak Serius
Sumatera Barat termasuk daerah yang paling memprihatinkan dengan 6 kabupaten/kota terdampak:
- Agam
- Tanah Datar
- Pesisir Selatan
- Padang Pariaman
- Kota Padang Panjang
- Kota Padang
Ribuan penduduk kini kehilangan tempat tinggal dan sangat membutuhkan bantuan medis, pangan, selimut, serta air bersih.
Sultan Sepuh: “Ini Sudah Melebihi Kapasitas Daerah, Negara Harus Turun Tangan”
Salah satu bupati di provinsi terdampak bahkan telah menyampaikan pernyataan resmi ketidaksanggupannya menghadapi situasi darurat ini. Bagi Sultan Sepuh, kondisi ini merupakan indikator jelas bahwa bencana telah memasuki fase di luar kemampuan pemerintah daerah.
“Jika sudah ada kepala daerah yang menyatakan tidak mampu, itu adalah alarm nasional. Secara ilmiah maupun regulatif, bencana ini telah memenuhi syarat sebagai bencana nasional,” ucap Sultan Sepuh.
Analisis Ilmiah: Mengapa Termasuk Bencana Nasional?
Sultan Sepuh menekankan bahwa syarat-syarat ilmiah dan hukum telah terpenuhi, di antaranya:
- Kerusakan fisik masif hingga menghilangkan fungsi permukiman
- Ribuan korban meninggal, hilang, dan terluka
- Fasilitas kesehatan, listrik, dan transportasi lumpuh
- Krisis kemanusiaan: kelaparan, kedinginan, minimnya air bersih
- Aktivitas ekonomi berhenti total
- Pemerintah daerah menyatakan tidak sanggup menangani bencana
“Setiap detik berarti menyelamatkan nyawa. Jangan sampai korban bertambah hanya karena lambatnya penanganan lanjutan,” tegasnya.
Seruan Mendesak: Prioritaskan Penyelamatan di Aceh dan Sumatera Lainnya
Menurut Sultan Sepuh, ribuan warga yang masih selamat kini menghadapi ancaman kelaparan, hipotermia, infeksi, hingga trauma berat.
“Negara harus hadir dengan kekuatan penuh. Banyak korban masih hidup, tetapi mereka dalam kondisi sangat kritis. Pemerintah tidak boleh menunda,” ujarnya.
DANRI Mendorong Mobilisasi Nasional
Sultan Sepuh meminta:
- Mobilisasi TNI–Polri untuk evakuasi besar-besaran
- Pengaktifan BNPB sebagai komando nasional penanganan
- Pendirian RS lapangan, dapur umum, tenda pengungsian besar
- Penyaluran logistik yang cepat dan terkoordinasi
- Pemetaan ulang wilayah terdampak untuk pencarian korban hilang
- Pemulihan ekonomi darurat bagi masyarakat
Pesan Kemanusiaan Sultan Sepuh Cirebon
“Ini bukan tentang politik, bukan tentang perbedaan. Ini tentang manusia—anak-anak, ibu, para lansia—yang menunggu uluran tangan kita. Penanganan cepat adalah harga mati.”
