SDN Babakan Mangga Terima Revitalisasi Rp992 Juta, Waspadai Dugaan Mark-Down Spesifikasi

Sukabumi – jurnalpolisi.id

SDN Babakan Mangga, Desa Caringin, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tercatat menerima program revitalisasi satuan pendidikan dengan nilai anggaran sebesar Rp992.640.948. Namun, di balik program tersebut, muncul dugaan praktik pengurangan spesifikasi (mark-down) material bangunan yang patut mendapat perhatian serius dari pihak berwenang.

Salah satu modus korupsi yang kerap ditemukan dalam proyek pembangunan maupun rehabilitasi sekolah adalah pengurangan kualitas material. Dana ratusan juta hingga miliaran rupiah digelontorkan untuk meningkatkan sarana pendidikan, tetapi hasil fisik bangunan kerap jauh dari standar yang diharapkan.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, bangunan yang seharusnya kokoh dan layak diduga dibangun menggunakan material berkualitas rendah, bahkan sebagian material bekas yang terindikasi tidak layak pakai.

Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya menyampaikan dugaan bahwa dalam pembangunan SDN Babakan Mangga terdapat penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi. Di antaranya, penggunaan baja ringan bekas yang dikhawatirkan tidak tahan lama, serta dugaan penggantian besi beton berdiameter 13 mm menjadi 12 mm.

“Jika benar spesifikasi dikurangi, kualitas bangunan tentu berada di bawah standar. Hal ini berisiko mudah rusak, bahkan membahayakan keselamatan,” ujarnya.

Praktik semacam ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik. Program revitalisasi yang sejatinya menjadi harapan peningkatan mutu pendidikan justru berpotensi menjadi ladang keuntungan bagi oknum tidak bertanggung jawab apabila pengawasan lemah.

Pengakuan Kepala Sekolah

Saat dikonfirmasi oleh awak media Jurnalpolisi.id, Kepala Sekolah SDN Babakan Mangga yang mengaku bernama Ujah Suhendar, S.Pd, membenarkan adanya penggunaan material bekas dalam pembangunan sekolah tersebut.

“Memang benar, sekitar 15 persen menggunakan baja ringan bekas karena masih dianggap layak pakai. Selain itu, beberapa material bongkaran seperti genteng dan kayu ada yang dimanfaatkan kembali, sebagian lainnya dijual,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa proyek revitalisasi hampir selesai meskipun dikerjakan di tengah musim hujan. Menurutnya, pengerjaan dilakukan secara swakelola dengan melibatkan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja, baik tukang maupun pembantu tukang, sesuai keahlian masing-masing.

“Dana revitalisasi masuk ke rekening sekolah dengan tiga tahap pencairan karena program ini bersifat swakelola,” tambahnya.

Tanggapan Advokat

Menanggapi dugaan tersebut, Advokat Darma Bakti, Muhammad, SH., LL.M, menyampaikan bahwa model swakelola memang memberikan kewenangan besar kepada kepala sekolah dalam pengelolaan dana revitalisasi.

“Di satu sisi memangkas birokrasi, tetapi di sisi lain membuka peluang besar terjadinya penyalahgunaan wewenang jika tidak diawasi dengan ketat,” ujarnya.

Ia mengungkapkan beberapa modus dugaan kecurangan yang kerap terjadi dalam program revitalisasi sekolah, antara lain:

  1. Manipulasi laporan pertanggungjawaban, seperti pembuatan kwitansi fiktif atau pengeluaran ganda.
  2. Penggunaan tenaga kerja fiktif, melalui daftar gaji pekerja yang tidak pernah ada.
  3. Penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi, termasuk kerja sama dengan pemasok untuk menaikkan harga (mark-up) atau pengiriman material tidak sesuai spesifikasi, dengan selisih dana dibagi bersama.

Menurutnya, langkah pencegahan dan pengawasan harus diperketat agar program revitalisasi benar-benar berjalan sesuai tujuan.

“Revitalisasi sekolah adalah investasi jangka panjang untuk mencerdaskan generasi bangsa. Setiap rupiah yang diselewengkan bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pencurian masa depan anak-anak,” tegasnya.

Jeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *