Tak Puas Dengan Kinerja Penyidik, Korban Mengadu Ke Kapolda

Kupang-jurnalpolisinews.id

Dugaan kasus pemalsuan tanda tangan di Desa Lilo sudah resmi bergulir di Polda NTT.

Pelapor pun meminta Institusi yang di nakhodai Irjen Pol Lotharia Latif,  bisa mengusutnya hingga tuntas.
Selaku pelapor,  Maksi E. Fay yang mewakili enam rekannya, sangat mengharapkan Polisi dapat bekerja profesional dalam menangani kasus itu. Karena menurutnya hingga kini laporannya belum ada titik terang alias mandek.

Diketahui, dugaan pemalsuan dukumen di Kantor Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga kuat dilakukan oleh bendahara Desa Lilo, Lukas Beukliu atas perintah Kepala Desa Irene M.M. Alunat yang dalam laporan bernomor : LP/79/XII/2019/POLSEK AMANATUN UTARA.

Sang pelapor adalah, Maksi E Fay (Kepala Urusan Administrasi), Gerson Nitsa’e (Ketua BPD), Marthinus Bien (Kepala Urusan Umum), Okto Nesnai (Mantan Sekretaris Desa), Marthen Bula (Kepala Seksi Kesra), Rice M. Liem ( Kepala Seksi Pembangunan), Christo I. Alunat (Kepala Seksi Pemerintahan).

Untuk diketahui, ada tiga kasus yang dilaporkan di Polsek Amanatun Utara tapi kesemuanya belum ada titik terang. Padahal, Polaek sudah memanggil dan memeriksa sang terlapor.

Kondisi ini sangat disayangkan oleh masyarakat desa Lilo, seperti yang di utarakan oleh Marthinus Bien, yang juga adalah salah satu korban pemalsuan tanda tangan.

Ia menilai, keberadaan Polsek Amanatun Utara, tidak membantu masyarakat. Marthinus mempertanyakan kinerja Polsek Amanatun Utara, karena ia bersama rekan-rekannya sudah berusaha untuk membantu penyidik dalam mencari barang bukti.
“Seharusnya, Polsek sudah bisa bergerak menahan pelaku dan mengamankan barang bukti,” ulas Marthinus.

Ia sangat menyayangkan, karena polsek tidak bekerja sesuai tugas dan tanggungjawab.

“Seharusnya, mereka mengayomi dan melayani masyarakat,” katanya.

Adapun keluhan Maksi E Fay bersama 6 orang rekannya, bahwa mereka terpaksa menulis surat karena segala jalan sudah mereka tempuh selama hampir satu tahun, namun sampai hari ini hasilnya nihil. Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 1 jo Pasal 7 ayat 1 huruf a UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHP dan Pasal 1 angka 8 dan 9, Pasal 13 dan 14 jo Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI yang pada pokoknya menyatakan bahwa Kepolisian RI karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan atau pengaduan dari seorang atas adanya Tindak Pidana.

Dikatakannya bahwa, merreka bertujuh (7) sudah dimintai keterangannya sebagai pelapor, dan para yang dilaporkan juga sudah dipanggil dan diperiksa, begitu juga terkait laporan penyimpangan Dana Desa dan Penggelapan beras Rastra sebanyak 1360 kg yang dilakukan pada tahun 2018.

Tapi sudah sebelas bulan berlalu tidak juga ada kemajuan berati dalam penanganan kasus yang mereka adukan sehingga membuat mereka kecewa dan khawatir. Untuk itu, mereka terpaksa memberanikan diri untuk bersurat kepada Bapak Kapolda NTT dengan penuh harapan Bapak Kapolda dan segenap jajarannya dapat meminta kepada Polsek Amanatun Utara agar segera menindaklanjuti laporan mereka dengan melangkah ketahap berikutnya. (Roy Saba).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *