Tragedi Masjid Agung Sibolga, Polisi Buru Lima Pelaku, Tangkap Tanpa Ampun

Sibolga, jurnalpolisi.id
Kota Sibolga mendadak gempar. Jumat dini hari (31/10/2025), seorang pria muda bernama Arjuna Tamaraya, nelayan yang dikenal pendiam dan religius, ditemukan tewas bersimbah darah di halaman Masjid Agung Sibolga.

Luka-lukanya membuat siapa pun yang melihat bergidik. Malam yang seharusnya jadi waktu istirahat di rumah Allah berubah menjadi panggung kekerasan paling brutal yang pernah mengguncang kota pesisir itu.

Awalnya banyak yang mengira korban seorang mahasiswa perantau. Tapi belakangan terungkap, Arjuna hanyalah nelayan sederhana yang sering singgah ke masjid untuk mencari ketenangan setelah seharian melaut. Sayangnya, malam itu menjadi persinggahan terakhirnya.

Rekaman CCTV di dalam masjid menjadi saksi bisu. Di sana terekam jelas bagaimana Arjuna dikeroyok, diseret keluar, dan dipukuli hingga tak sadarkan diri. Dari potongan video itulah, polisi mulai menelusuri jejak pelaku.

Tim gabungan Satreskrim Polres Sibolga, Satintelkam, dan Polsek Sibolga Sambas bergerak cepat bar-bar dan tanpa kompromi. Dalam waktu kurang dari tiga hari, kelima pelaku berhasil diringkus di berbagai lokasi.

Dua orang pertama, ZPA dan HBK, ditangkap tak lama setelah kejadian. Tiga lainnya, SSJ, REC, dan CLI, menyusul tak lama kemudian.

Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti rekaman CCTV masjid, kelapa yang digunakan memukul korban, topi hitam bertuliskan “Brooklyn New York”, tas hitam merek Polo Glad, ember plastik, hingga pakaian korban yang masih berlumur darah.

Dalam konferensi pers di Mapolres Sibolga, Kapolres Sibolga AKBP Eddy Inganta, S.H., S.I.K., M.H. berdiri tegak di samping Kasat Reskrim AKP Rustam E. Silaban, S.H. Wajah keduanya tegas, namun menyimpan empati mendalam.

“Kasus ini kami tangani secara transparan dan tuntas. Keadilan untuk korban adalah harga mati,” ujar AKP Rustam dengan nada datar tapi menusuk.

Ia menjelaskan, empat pelaku ZPA, HBK, REC, dan CLI dijerat Pasal 338 subsider Pasal 170 ayat (3) KUHP, tentang pembunuhan atau kekerasan yang menyebabkan kematian.

Sementara SSJ dijerat Pasal 365 ayat (3) subsider Pasal 338 subsider Pasal 170 ayat (3) KUHP karena turut mencuri barang korban. Semua pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara.

Di akhir konferensi, Kapolres Eddy menutup dengan pernyataan keras namun berwibawa

“Kami ikut berduka atas meninggalnya korban. Tapi kami pastikan, pelaku harus membayar mahal perbuatannya. Tidak ada ruang bagi kekerasan di Sibolga.”

Kasus ini bukan sekadar kriminal biasa. Ia jadi cermin getir tentang rapuhnya batas antara amarah dan kemanusiaan bahwa bahkan di rumah ibadah pun, kebencian bisa menyelinap jika nurani telah padam.(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *