Diduga Belum Kantongi IPPKH, Kuasa Hukum Prianto Ajukan Eksepsi di PN Muara Teweh
Ket. Gabar : Bonyain Saian SH dan Tim
Muara Teweh, jurnalpolisi.id
Sidang perkara pidana dugaan pendudukan kawasan hutan yang menjerat Prianto bin Samsuri kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Barito Utara, Senin (1/12/2025). Terdakwa Prianto melalui Kuasa Hukumnya, Boyamin Saiman, S.H., menyampaikan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dugaan pelanggaran UU Kehutanan di wilayah Desa Karendan, Kecamatan Lahei.
Eksepsi: Dakwaan Dinilai Tidak Sah dan Mengandung Kejanggalan
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sugianor, S.H., M.H. itu menghadirkan JPU serta tim kuasa hukum Prianto. Dalam pembacaan eksepsi, Boyamin menegaskan bahwa dakwaan nomor: PDM-14/0.2.13/Eku.2./10/2025 diduga disusun dengan sejumlah ketidaksesuaian dan tidak memenuhi ketentuan hukum acara sebagaimana diatur dalam KUHAP dan UU 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Boyamin menjelaskan, alat bukti yang digunakan JPU dinilai tidak sah, karena berita acara penggeledahan pada 15 Desember 2009 disebut dibuat oleh pejabat yang tidak melakukan tindakan tersebut. Hal ini menurutnya menyebabkan alat bukti tersebut cacat hukum.
Kuasa Hukum Singgung Dugaan PT NPR Belum Miliki IPPKH

Dalam eksepsi poin 27 hingga 30, kuasa hukum juga menyoroti dasar klaim pelapor, yakni PT Nusa Persada Resources (NPR). JPU dalam dakwaannya menyebut bahwa lokasi perkara berada dalam kawasan hutan dan termasuk dalam area Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) milik PT NPR.
Namun, Boyamin menegaskan bahwa informasi tersebut tidak sesuai dengan laporan resmi PT Indo Tambangraya Megah (ITM) Tbk—selaku induk perusahaan PT NPR—yang dipublikasikan di laman Bursa Efek Indonesia.
Dalam laporan eksplorasi periode Juni–September 2025, PT ITM menyatakan bahwa kegiatan drilling belum dapat dilakukan karena masih dalam proses pengurusan Izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (IPPKH). Artinya, menurut kuasa hukum, saat laporan dibuat ke Polres Barito Utara, PT NPR diduga belum memiliki dasar hukum atas pemanfaatan kawasan hutan tersebut.
Kuasa hukum juga menegaskan tidak adanya bukti IPPKH PT NPR dalam berkas perkara, sehingga klaim pelapor atas wilayah yang dipersoalkan dianggap tidak memenuhi unsur legalitas.
Permintaan Pemeriksaan Lapangan dan Pemanggilan Saksi
Mengakhiri pembacaan eksepsinya, Boyamin meminta majelis hakim untuk:
- Menghadirkan saksi dari Polres Barito Utara, dan
- Melakukan pengecekan lapangan guna memastikan kejelasan status kawasan hutan yang menjadi objek perkara.
Sidang Dilanjutkan 8 Desember 2025
Majelis hakim menunda persidangan dan akan melanjutkan agenda berikutnya pada Senin, 8 Desember 2025.
(Hsn)
