RAPBN Tahun 2021: Subsidi Energi Direncanakan Sebesar, Rp 108.074,6 Milia

Papua JurnalPolisi.id

Anggaran Subsidi untuk jenis BBM tertentu dan Elpiji tabung 3kg dalam RAPBN tahun 2021 diperkirakan sebesar Rp 54.487,2 miliar, terdiri atas Subsidi jenis BBM tertentu untuk minyak tanah dan solar sebesar Rp 16.639,2 miliar dan Elpiji tabung 3kg sebesar Rp 37.848 miliar. Kemudian anggaran Subsidi listrik, diperkirakan mencapai Rp 53.587,3 miliar.

Dalam konteks besarnya angka Subsidi itu, maka selama bertahun tahun, Subsidi energi menjadi salah satu beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah. Rerata pengeluaran terkait Subsidi konsumen sudah mencapai sekitar 3,1 persen dari PDB tahunan per tahun fiskal. Biaya ini dapat menyebabkan, ketidakstabilan makroekonomi dan cenderung membebani belanja pembangunan.

Terkait hal ini, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN DPR RI I Gusti Agung Rai Wirajaya mengatakan, BAKN akan melihat bagaimana pelaksanaan anggaran di dalam penyaluran Subsidi di tahun 2021. Mengingat kajian kajian yang dilakukan BAKN belum selesai, dan masih perlu menggali masukan dari daerah terlebih tidak semua daerah, memiliki permasalahan yang sama.

“Saya kira pemerintah ada pemikiran untuk mengalihkan ke bidang yang lain, hanya tinggal bagaimana pelaksanaannya nanti di tahun 2021 ini. Kita terus melakukan kajian kajian dan ini belum final, karena kami masih ingin tahu di beberapa daerah apakah permasalahannya sama,” ucap Agung.

Seperti halnya Elpiji 3kg lanjut Agung, pihaknya bersama pemerintah akan bersama sama memikirkan solusi paling tepat dalam penyalurannya. “Akan ada solusi solusi yang diberikan, apakah pakai kartu. Mereka akan mendapatkan seperti dapat kartu pintar, kalau memiliki kartu bisa menukarkan dengan gas Elpiji 3kg,” papar politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.

Disisi lain, Anggota BAKN DPR RI Sugeng Suparwoto menekankan, persoalan Subsidi masih sangat penting, hanya memang tetap perlu adanya pembenahan dalam mekanismenya, agar tepat sasaran, tepat volume, dan juga tepat waktu. Sehingga maksud tujuan dari Subsidi tersebut, dapat tercapai sesuai dengan yang direncanakan.

Namun persoalan sebenarnya adalah, bahwa dalam perkembangan zaman saat ini, tambah Sugeng, suka tidak suka, mau tidak mau, Indonesia harus dapat ke wilayah Energi Baru Terbarukan (EBT). Ini adalah suatu keharusan bagi sebua bangsa Negara, apa lagi saat ini, Indonesia sudah menandatangani Paris Agreemment yang juga sudah diratifikasi menjadi  Undang Undang Nomor 16 Tahun 2016, tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai perubahan Iklim.

“Intinya adalah, kita mengurangi gas karbon dalam konteks climate change, itu memang membahayakan. Sampai Tahun  2050 semua sepakat dunia suhu udara atau suhu bumi tidak boleh naik, lebih dari 1 setengah derajat celcius harus di bawah itu. Energi fosil, memang salah satu sebabnya dimana climate change itu terjadi. Karena itulah, kami di BAKN dengan masing masing dari komisi, insyaAllah secara komprensif mewakili pendekatan pendekatan dalam hal Subsidi ini,” tutupnya.
Editor: Keklir Kace Makupiola
Perwakilan: Papua & Maluku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *