SOAL PELAYANAN, WARGA DESA SAMBET MEMILIH LAPOR BUPATI DAN GUBERNUR

Kupang NTT – jurnalpolisi.id

Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci utama menyukseskan terselenggaranya pelayanan publik. SDM yang rendah secara langsung berdampak buruk terhadap kualitas pelayanan publik. Bila pelayanan publik diselenggarakan seenaknya, tentu susahbuntuk menciptakan yang namanya giod governance.

Peliknya masalah pelayanan publik, sejatinya berkaitan erat dengan perencanaan formasi jabatan yang bertugas sebagai pelayan publik. Hingga kini, publik menilai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa Sambet masih kurang, bahkan ada yang ber opini tak memuaskan. Kebijakan pelayanan publik di desa Sambet juga selalu saja dinilai terlalu prematur di terapkan. Yang tumbul ? Ketidak puasan, ketidak nyamanan, bahkan mosi tak percaya lagi masyarakat dengan segala bentuk pelayanan publik di desa Sambet.

Carut dan marutnya pelayanan publik di desa Sambet juga bersimbungan dengan masalah tak jelasnya pemerintah desa dalam merencanakan formasi jabatan publik. Dari sini saja nampak bahwa formasi perencanaan SDM pemerintah desa Sambet masih kurang tepat.

Bahwa syarat perlu untuk mencapai optimalisasi manajemen SDM adalah implementasi konsep Right Man On The Right Place, orangvyang tepat pada tempatnya. Banyak sekali yang kita temui beragam profesi yang di eksekusi oleh orang-orang yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Lulusannya apa, pekerjaannya apa. Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) nya apa, realitanya sebagai apa. Sangat lucu dan aneh. Otomatis soal kinerja banyak petugas pelayanan publik yang asal-asalan dalam melayani masyarakat.

Yang menjadi pertanyaan , bagaimana masyarakat bisa menilai kinerja kepala desa dan perangkatnya kalau memang ia lebih ahli dalam bidang lain, selain bidang yang ia tangani.

Desa Sambet Kecamatan Toianas, warga di wilayah perbatasan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Malaka sangat sulit untuk mendaparkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Bahkan diduga masih 70 persen warganya masih belum mempunyai KTP. Banyak warga yang mengeluh soal pelayanan kepala desa beserta perangkatnya.

Selama warga tahu bahwa kepala desa disamping membina masyarakatnya, juga berfungsi mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat yang ada di desa.

Namun hal ini bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh kepala desa Sambet dan perangkatnya. Pasalnya, tidak sedikit warga setempat yang mengeluh terkait pelayanan yang di duga selalu dipersulit oleh oknum kepala desa dan perangkatnya.

Seperti yang di alami oleh seorang ibu yang tak mau disebut namanya, ia mengatakan bahwa untuk mendapatkan surat keterangan dikantor desa Sambet, kita disuruh harus menemui dulu kepala desa di rumahnya.

“Saya disuruh pergi kerumah kepala desa yang jaraknya dari kantor desa kurang lebih 2 km. Tapi sampai dirumag kepala desa, saya malah disuruh lagi oleh kepala desa untuk kembali ke kantor desa untuk menemui perangkatnya. Di kantor desa saya ditanya oleh perangkat desa katanya kepala desa bilang apa ? Saya bilang saya disuruh kembali menemui bapak untuk bapak buatkan surat keterangan untuk saya. Tapi dijawab oleh perangkat desa bahwa kami di sini bekerja atas perintah langsung kepala desa” kata warga yang tak mau disebutkan namanya.

Dalam kesempatan yang sama, seorang warga bernama Eliaser Sanae sangat menyayangkan kinerja dari kepala desa dan perangkatnya yang selama ini selalu mempersulit pelayanan kepada warga.

“Kejadian seperti ini bukan cuma baru sekali tapi sudah seringkali bahwakan warga setempat mengatakan akan mendatangi kantor bupati dan gubernur untuk mengadu, padahal kepala desa merupakan pelayan masyarakat, kalau tidak mau melayani, ya, mundur saja dari kepala desa dan jangan jadi kepala desa,” kata Eliaser dengan nama sedikit Emosi.

Eliaser juga mengatakan, dalam waktu yang singkat ia bersama teman-teman dan beberapa orangtua akan melaporkan oknum kepala desa Sambet dan perangkatnya ke Kejaksaan Tinggi NTT dan Polda NTT terkait pelayanan masyarakat dan dugaan penyimpangan Dana Desa tahun anggaran 2015-2019.

“Kami akan koordinasi dengan pemerintah terkait hal pelayanan agar pemerintah bisa mengambil sikap terhadap kelakuan oknum kepala desa dan perangkatnya yang tergolong arogansi” ujar Eliaser. (RS).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *