Team Reaksi Cepat Perlindungan Aanak (TRC PA) Merangkul Anak – Anak Papua Dengan Hati
Jakarta – jurnalpolisi.id
Untuk bisa menyentuh dan merangkul Papua memang benar – benar harus dengan hati. Saya pernah ke Papua pada tahun 1987, ketika itu masih bernama Irian Jaya, tepatnya ke kota Meauke, perjalanan yang ditempuh kesanapun pada saat itu cukup sulit perjalanan dari Jakarta sampai ke Jayapura menempuh waktu lebih dari 15 jam karena begitu sulitnya infrastruktur pada saat itu.
Perjalanan dari Jayapura ke Merauke menempuh waktu 3 hari melalui transportasi darat yang parah, sungai dan pesawat perintis. Pada saat itu keberadaan infrastruktur masih sangatlah minim.
Walaupun Alamnya sangat kaya tapi keberadaan masyarakat dan penduduk asli disana sangat jauh dari perhatian pemerintah pusat, bisa dibayangkan jika kita datang seperti dianggap layaknya seorang dewa… Hmm saat itu saya berpikir begitu mudahnya mereka diperdaya oleh pendatang.
Saat ini saya melihat di Media televisi keadaannya sekarang jauh lebih baik walaupun memang mereka harus terus membangun dan mengejar ketertinggalan dari daerah lain.
Kontras dengan alam yang kaya raya, penduduk Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian orang asli Papua masih terbelakang, bahkan primitif. Sudah banyak dana pusat yang diguyur ke dua provinsi di pulau terbesar ini, yakni Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, dua provinsi itu masih tercatat sebagai yang termiskin di Indonesia.
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), September 2018 menunjukkan, penduduk miskin di Provinsi Papua 915.220 orang atau 27,4% dari total penduduk. Sedang di Papua Barat, penduduk miskin 212.670 orang atau 22,6%. Papua Barat dan Papua menempati peringkat teratas sebagai provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia, jauh di atas rata-rata penduduk miskin nasional, 9,6%. Provinsi terkaya, rakyat termiskin.
Bila Anda melihat Papua dan datang ke Papua anda akan terlintas dalam diri anda bagaimana mudahnya menjadi kaya raya, itu kenyataan yang terjadi dan yang dibutuhkan disana adalah bagaimana menciptakan keadilan dari itulah merangkul Papua adalah harus benar-benar dengan hati yang tulus dan berpikir jauh untuk masa depan mereka.
Seperti ungkapan tokoh Papua Kenis Logay : Membangun Papua tidak cukup hanya dengan uang, melainkan harus dengan hati. Setiap orang yang hendak membangun Papua harus juga memberikan hatinya kepada Papua. Mereka adalah orang yang terpanggil untuk mengabdi di Papua, bukan sekedar bekerja di Papua. (“Berilah hatimu kepada anak Papua, mereka akan memberikan kepada mu hatinya,”).
Secara prinsip pembangunan dan peningkatan kemakmuran harus dilaksanakan secara merata demi generasi penerus Papua yang lebih baik, janganlah berpikir secara pribadi kita ingin mengeksploitasi kekayaan disana, karena kehidupan mereka yang sebenarnya polos sangatlah mudah di pengaruhi para pendatang terutama para kapitalis.
Penduduk termiskin berada di wilayah pedalaman Papua dan Papua Barat. Banyak penduduk di dua provinsi ini yang belum mendapatkan pelayanan apa pun dari negara. Mereka hidup tanpa pemerintahan. Wilayah yang luas, pola hidup masyarakat yang umumnya nomaden, dan infrastruktur transportasi darat yang minim menyulitkan aparat negara menjangkau mereka. Mereka benar-benar hidup miskin tanpa masa depan yang lebih baik. Bisa dibayangkan jika kita lebih memikirkan pembangunan secara sumber daya saja tanpa memikirkan masa depan mereka, keberadaan mereka mungkin akan seperti suku aborigin di Australia atau suku Indian di Amerika beberapa tahun yang silam.
Pendekatan yang harus dilakukan tentu dengan hati karena banyak hal yang harus dilakukan termasuk diantaranya membuka wawasan tentang peradaban karena kita semua satu saudara dan satu bangsa.
Di keluarga, anak-anak Papua tidak biasa diajari menghormati orang tua. Budaya ini terbawa hingga mereka menempuh pendidikan. Karena itu, tantangan utama para pendidik adalah disiplin anak Papua yang kendor. Tantangan kedua adalah mengubah pandangan orangtua agar memperlakukan anak wanita setara dengan anak pria.
Itulah yang membuat kami dan Naumi dari TRC PA Ingin membuat masa depan anak-anak Papua cerah sesuai dengan kultur Indonesia dan Pancasila tanpa diganggu orang yang mencari kepentingan lain.
Tito Gatsu