Tim Kuasa Hukum dari Kantor Hukum Boby Asmarinanda LAW Firm ( BALF ) mengajukan Permohonan Surat Penghentian Penyelidikan (SP2LID)

Kal-Sel – jurnalpolisi.id

Menyikapi adanya tuduhan Penganiayaan berdasarkan Laporan Polisi xxxx
Mengingat bahwa demi kepentingan Penyidikan maka perlu dilakukannya Penyelidikan sebagai tahap pertama atau permulaan dari Penyidikan. Yang berarti bahwa Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi Penyidikan. Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan, bahwa :
“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini ujar Roby dengan awak media.

Bahwa adapun yang menjadi Pertimbangan Hukum kami dalam mengajukan Surat Permohonan ini, yaitu

PROSES HUKUM
Bahwa pada tanggal 01 Februari 2024 telah diterbitkannya Laporan Polisi oleh Polsek Alalak dengan Laporan Polisi Nomor : LP / B / 03 / II / 2024 / SPKT.UNITRESKRIM / POLSEK ALALAK / POLRES BARITO KUALA / POLDA KALSEL dengan Pelapor a.n Johansyah Bin Haspansyah (Alm) selaku Suami dari Pelapor yang melaporkan Terlapor atas adanya tuduhan dugaan Tindak Pidana Pasal 351 KUHP (Penganiayaan),Bahwa pada 01 Februari 2024 juga telah diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik / 03 / II / RES.1.6 / 2024 / Reskrim.

Bahwa Kepolisian Sektor Alalak juga sudah melakukan tugas Penyelidikan, yaitu :Permintaan Keterangan Terlapor tanggal 27 Februari 2024 Pukul 14.00 WITA di Ruang Unit Reskrim Alalak, berdasarkan Surat Nomor : B/09/II/RES.1.6./2024/Reskrim yang dikeluarkan pada tanggal 26 Februari 2024,Pelaksanaan Prarekon Terlapor tanggal 11 Maret 2024 Pukul 10.00 WITA di Depan Mako Polsek Alalak, berdasarkan Surat Nomor : B/16/III/RES.1.6./2024/Reskrim yang dikeluarkan pada tanggal 07 Maret 2024.
Bahwa sampai hingga saat ini terhitung selama 83 Hari (2 Bulan Setengah) sejak Pertama Laporan Polisi dibuat pada tanggal 01 Februari 2024 hingga 23 April 2024 ujar kuasa hukum terlapor pada awak media saat dilakukan wawancara oleh media online di kantornya.

PERSPEKTIF HUKUM DAN DASAR HUKUM YANG DIJADIKAN PERTIMBANGAN

Bahwa berdasarkan ASAS LEGALITAS dalam Hukum Pidana, yaitu :
Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi :
”Suatu Perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”.Mengutip dari pendapat Moeljatno, yang menyatakan bahwa :
“Asas Legalitas adalah asas yang menentukan bahwa tidak ada peraturan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam peraturan perundang-undangan”.
Asas Legalitas juga dikenal sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sinepraevia Lege Poenali yang berarti :
“Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu”.

Bahwa berdasarkan Asas Legalitas tersebut maka Perbuatan Terlapor yang menahan jatuhnya Pelapor agar tidak mengenai Terlapor bukanlah merupakan suatu Tindak Pidana, khususnya tidak memenuhi unsur Pasal 351 KUHP. Maka dalam Perkara ini Perbuatan Terlapor TIDAK DAPAT DIANALOGIKAN sebagai suatu Tindak Pidana.
Bahwa berdasarkan Adagium / Asas Hukum yang berbunyi Unus Testis, Nullus Testis yang berarti “Satu Saksi Bukan Saksi” , Adagium ini tercantum dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa :
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”.ujar kuasa hukum terlapor tegasnya.

Bahwa berdasarkan Adagium / Asas Hukum “Unus Testis, Nullus Testis” tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam peristiwa ini tidak ada SAKSI yang melihat dan menyaksikan yang dapat menyatakan bahwa telah terjadi adanya suatu Tindak Pidana. Sedangkan yang terjadi hanya berdasarkan keterangan Pelapor itu Sendiri.
Bahwa berdasarkan PASAL 183 dan 184 KUHAP tentang PEMBUKTIAN, Alat Bukti yang diguanakan oleh Pelapor adalah Bukti Visum dan Penitipan Barang milik Pelapor.
Dalam hal ini Bukti Visum yang digunakan Pelapor hanya menerangkan Luka-Luka akibat dari jatuhnya Pelapor dari Sepeda Motor. Sedangkan dalam Perspektif hukum Pidana perbuatan Penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP adalah perbuatan langsung antara Fisik Pelaku kepada Fisik Korban yang mengakibatkan Luka-Luka. Yang pada dasarnya dapat dikatakan bukti Visum dari Jatuhnya Pelapor merupakan atas perbuatannya sendiri bukan atas Perbuatan Terlapor. Artinya tidak dapat digunakan sebagai Alat Bukti Surat.
Selanjutnya, Alat Bukti Penitipan Barang Bukti milik Pelapor yang dimuat dalam BERITA ACARA PENTITIPAN BARANG pada hari Kamis, tanggal 01 Februari 2024 Jam 22.00 Wita telah diterima oleh AIPTU JOKO SUSILO, S.H selaku Kanit Reskrim Polsek Alalak. Yang dalam dalilnya Pelapor menyatakan Barang Bukti yang dititipkan tersebut merupakan Alat Bukti Petunjuk. Sehingga untuk memenuhi Minimal 2 (dua) alat bukti yang Sah Pasal 183 KUHAP. Perlu diketahui Bahwa dalam penerapan Alat Bukti Petunjuk merupakan Alat Bukti yang digunakan didepan Pengadilan atas Permintaan Hakim berdasarkan pada PASAL 188 ayat (3), Ketika hakim yang mengadili perkara mencermati adanya alat bukti petunjuk dengan hati nurani serta menghendaki penggunaan alat bukti petunjuk tersebut.
Bahwa berdasarkan ASAS IN DUBIO PRO REO (Pasal 182 ayat (6) KUHAP) yang berarti :
“Jika ada keragu-raguan mengenai sesuatu hal haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa”.tegas kuasa hukum terlapor.

Bahwa asas ini tidak tertulis dalam Undang-Undang Pidana, namun tidak dapat dihilangkan kaitannya dengan ASAS TIADA HUKUMAN TANPA KESALAHAN (Geen Straf Zonder Schuld).
Bahwa berdasarkan asas tersebut maka sangat tepat jika Kepolisian Sektor Alalak melakukan Penghentian Penyelidikan dalam rangkaian tindakan Penyidikan, karena dilihat dari sisi Pembuktian yang hanya ada 1 (satu) Saksi sebagai korban, Alat Bukti Visum yang bukan merupakan suatu hasil dari Tindak Pidana dan Bukti Penitipan Barang yang tidak dapat dijadikan sebagai bukti Petunjuk melainkan hanya dapat digunakan didalam Pengadilan atas Permintaan Hakim itu sendiri.
Bahwa Asas ini sudah sering digunakan Mahkamah Agung untuk memutus Perkara, diantaranya Putusan MA No.33 K/MIL/2009 yang dalam Pertimbangannya menyebutkan bahwa : Asas In Dubio Pro Reo yang menyatakan jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan

Bahwa selain itu MA juga pernah berpendapat dalam kaitanya dengan Hukum Acara Pidana pada Putusan MA No.2175/K/Pid/2007 yang salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa : Sistem Pembuktian dinegara kita memakai system “Negatief Wettelijk” , yaitu keyakinan yang disertai dengan mempergunakan alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi “Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan, bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

  1. Bahwa dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a dan ayat (4) Perkapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia, menyebutkan bahwa :
    (1) LHP atas dasar Laporan Polisi dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan :
    a. Tindakan Penghentian Penyelidikan dalam hal
    tidak ditemukan informasi atau bukti bahwa perkara yang diselidiki bukan merupakan tindak pidana.
    Dalam hal telah ditetapkan hasil penyelidikan ternyata bukan merupakan tindak pidana, Pejabat yang berwenang dapat menetapkan bahwa Laporan Polisi tidak dapat diproses dan dihentikan penyelidikannya serta selanjutnya diberitahukan kepada Pelapor.
    Bahwa dalam perkara ini tidak ditemukannya Tindak Pidana Penganiayaan seperti yang dilaporkan berdasarkan Pasal 351 KUHP, karena Perbuatan Terlapor menahan jatuhnya korban bukan perbuatan Tindak Pidana Penganiayaan. Sebagaimana sebab akibat, Sebab awal sebelum jatuhnya Pelapor adalah karena tingginya kecepatan motor yang dikendarai oleh Pelapor itu sendiri yang mengakibatkan jatuhnya Pelapor.

Bahwa yang juga menjadi Dasar Hukum Pertimbangan diterbitkannya Surat Penghentian Penyelidikan adalah :
Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bahwa tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf L adalah tindakan Penyelidikan dan Penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. Menghormati Hak Asasi Manusia.Bahwa yang dapat dijadikan sebagai Pertimbangan dalam Perkara ini yaitu juga dengan menggunakan Keterangan dari Saksi Ahli Pidana. (Pasal 184 jo 186 KUHAP)

KESIMPULAN
Bahwa berdasarkan uraian Pandangan dan Dasar Hukum yang dikaitan dengan Fakta Peristiwa yang terjadi serta terhadap Proses Hukum yang telah dijalankan secara Koperatif, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Tidak dapat dinaikan status Terlapor atau menyatakan Terlapor sebagai Tersangka dalam Proses Penyidikan;
b. Perbuatan Pelapor bukanlah suatu Tindak Pidana, berdasarkan sudut pandang hukum Asas Legalitas, Asas Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan dan Pasal 28 ayat (1) huruf a dan ayat (4) Perkapolri Nomor 12 Tahun 2009.
c. Tidak Cukup Bukti Pasal 183 KUHAP (2 alat bukti yang sah) yang menyatakan Terlapor sebagai Pelaku dari Tindak Pidana :
a. Alat Bukti Saksi hanya 1 (satu) yaitu saksi sebagai korban (Tidak dapat dijadikan Alat Bukti dalam Pidana maka berlaku Asas Unus Testis Nullus Testis berarti Satu saksi bukan saksi).
b. Alat Bukti Surat berupa hasil Visum, bukan merupakan akibat dari suatu Tindak Pidana melainkan menjelaskan luka akibat dari jatuhnya Pelapor itu sendiri. Sehingga tidak dapat memenuhi unsur Pasal 351 KUHP.
c. Barang Bukti yang dititipkan Pelapor di Kepolisian, tidak dapat dijadikan sebagai Alat Bukti Petunjuk di kepolisian. Melainkan hanya dapat digunakan di Pengadilan oleh dan atas Permintaan Hakim.
d. Kepolisian Sektor Alalak dalam hal ini dapat melakukan Penghentian Penyelidikan, dengan pertimbangan bahwa Perbuatan Terlapor tidak memenuhi unsur Tindak Pidana Penganiayaan Pasal 351 KUHP dan Tidak cukup Bukti. Penghentian Penyelidikan ini agar Terlapor mendapatkan Kepastian Hukum dan Tidak Bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan kepada Asas In Dubio Pro Reo.

Dikutip dari SE Kapolri Bahwa berdasarkan surat Edaran Kapolri Nomor : SE / 7 / VII / 2018 tentang penghentian Penyelidikan bertujuan untuk memberikan Pedoman Penghentian Penyelidikan guna memberikan Kepastian Hukum dikarenakan dalam proses Penyelidikan berdasarkan pada Fakta dan Bukti yang didapatkan oleh Penyelidik dari hasil Penyelidikan ternyata Fakta dan Bukti tersebut tidak memadai. Maka Penyelidik dapat tidak melanjutkan tahapan Penyelidikan terhadap peristiwa tersebut.
f. Kepastian Hukum menjadikan jaminan bahwa suatu hukum dijalankan dan ditegakan melalui aturan yang tepat dan efektif apabila Kepastian Hukum tidak ada didalam suatu hukum maka hukum tersebut akan kehilangan makna dan jati dirinya sehingga hukum tersebut tidak lagi digunakan bagi setiap orang sebagai pedoman perilaku.

PERMOHONAN
Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas Kami Penasehat Hukum dari Terlapor (Ibu NH), mengajukan permohonan berupa :

Melakukan Penghentian Penyelidikan;
Mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan (SP2LID);
Memberikan/Mengirimkan tembusan Surat Penghentian Penyelidikan kepada Penasehat Hukum Terlapor dan Terlapor (NH);
Mengirimkan Pemberitahuan Surat Penghentian Penyelidikan (SP2LID) kepada Pelapor.

Bahwa Surat Penghentian Penyelidikan (SP2LID) yang dimohonkan tersebut digunakan sebagai Hak Terlapor dalam memperoleh Kepastian Hukum.

ADV. BOBY ASMARINANDA, S.H., M.H
ADV. SULTAN ARDIN, SH

Tempat terpisah pihak ormas kalimantan Selatan menyoroti kasus ini,ketua ormas yang juga selaku orang media menilai laporan terlapor dan pelapor harus segera dihentikan karena dari unsur penganiayaan tidak ada,jatuh saat mengejek terlapor merupakan kejadian yang wajar yang sama sama disulut emosi oleh terlapor dan pelapor harus segera damai dan cabut laporanya agar bisa hidup rukun damai sesama ibu tumah tangga ujar ketua ormas LMP saat menghubungi pihak media yang mewancarai tim kuasa hukum terlapor.

Jurnalpolisi. Irwansyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *