Adanya Intoleransi di Kota Solo, Prof Dr Ravik Karsidi MS : Edukasi Toleransi menjadi agenda dan Aksi Nyata

SOLO – jurnalpolisi.id

Salah satu aspek penting untuk mengembangkan keberagamaan yang inklusif dan toleran adalah melalui pendidikan kebngsaan. Namun untuk itu, pendidikan kebangsaan atau nasionalisme yang ada di jenjang sekolah perlu direaktualisasi sedemikian rupa  sehingga menjadi sarana paling efektif untuk menginternalisasikan nilai-nilai toleransi, inklusivisme, demokrasi, nasionalisme dan hal-hal positif lainnya.

Hal tersebut diungkapkan sosiolog pendidikan asal Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof Dr Ravik Karsidi MS menanggapi adanya aksi intoleransi di kampung Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo.

Menurut guru besar sosiologi pendidikan tersebut, selain dari lembaga pendidikan formal,  Prof Ravik juga mengemukakan keluarga dan lingkungan ikut berperan dalam pembentukan karakter toleransi dan menerima perbedaan di kalangan individu remaja

Demikian pula peran Stake Holder dan kepemimpinan pimpinan daerah ( walikota )akan menentukan tumbuh atau tidak nya intoleransi di kota solo, mudah mudahan kedepan lebih baik

Pendidikan karakter toleransi dan bisa menerima perbedaan menurutnya tidak boleh serta merta ditumpukan hanya pada sekolah. Keluarga dan lingkungan juga harus saling bekerjasama dengan sekolah dalam pembentukan karakter tersebut. Ketiga elemen secara bersama sama harus bisa memberikan edukasi mengenai toleransi,  bisa menerima perbedaan dan nasionalisme.

Melalui pendidikan tersebut, Prof Ravik meyakini jika kesadaran nasionalisme akan terkembang dan mengikis paham APBD atau “aku paling bener dewe”.

Disinggung mengenai pola pendidikan di Indonesia cenderung hanya dijadikan sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, tanpa memprioritaskan aspek pembentukan mental dan karakter, Prof Ravik tidak membantahnya. Menurutnya,  pendidikan merupakan basis untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkarakter. Namun hal yang tak boleh dilupakan,  pendidikan di sekolah kuantitas waktunya relatif lebih sedikit dibanding dengan bersama keluarga dan lingkungan lain. Namun masih banyak masyarakat yang menyerahkan sepenuhnya mengenai pendidikan karakter dan mental anak anak hanya pada sekolah.

Akibatnya, aspek sikap, mental, kepribadian dan kreativitas kerap kali jauh dari yang diharapkan.

“Karena itu pendidikan kebangsaan yang sudah ada perlu direaktualisasi sedemikian rupa supaya lebih bisa memprioritaskan aspek pembentukan mental,” katanya.

Pendidikan kebangsaan idealnya menekankan pada nilai-nilai moral, kasih sayang, tolong-menolong dan tentunya toleransi antar umat beragama. Lebih dari itu, internalisasi nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan itu idealnya tidak hanya berhenti pada tataran wacana, namun harus disusun menjadi agenda dan aksi yang nyata.( Rudy Efendi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *